-->

Assalamu'alaikum Sahabat, - weblog saya sudah berpindah alamat :

putramalayu.blogspot.com

Professional Web Designer Professional Web Developer Writing is my passion

Rabu, 17 Juli 2013

“MENCARI JALAN TENGAH DALAM PENENTUAN AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL”

  • Juli 17, 2013
  • by
Bismillah,

Oleh : ABU MUJAHID AS-SINGKEPY
I. PENDAHULUAN
Sudah menjadi polemik yang panjang bahwa dalam penentuan Awal Ramadhan dan Syawal bahwa dinegeri kita sepertinya belum ada ujung penyelesaianya, bahkan permasalahan tersebut senantiasa menjadi perdebatan saat kedua bulan hijriyah tersebut menjelang. Ditambah lagi, seolah-olah hampir pada setiap tahun memulai waktu pertanda awal puasa dan pertanda Idul Futri dimulai, terjadi perbedaan, bahkan kita temukan pula awal Ramadan yang sama diakhiri dengan Lebaran yang berbeda.
Mengapa polemeik perbedaan itu terjadi. Ada 3 hal penyebab munculnya perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri yakni: a).Karena fanatik buta terhadap komunitas atau kelompok dan terhadap pimpinan mereka. b). Adanya Perasaan tidak puas dari sebagian oknum komunitas atau kelompok dengan keputusan pemerintah. c).Perbedaan cara atau metode penetapan awal bulan ramadhan dan syawal.
          Melihat polemik penentuan awal Ramadhan dan Syawal yang sepertinya terus menerus berkepanjangan di negeri kita ini,maka metode penetapanlah menjadi parameter akar permasalahan mendasar sehingga menjadi pembeda yang sangat krusial yaitu Penggunaan metode Hisab dan metode Rukyat, untuk itu perlu kiranya untuk dijelaskan kepada ummat solusi pencerahan agar jangan tergambar bahwa kita ummat Islam Indonesia khususnya tidak bersatu dan terpecah dengan membawa ego kelompoknya masing-masing.

II. PEMBAHASAN
II.1. Satu Dalil Tapi Beda
Memperhatikan pendalilan dari kedua pendapat (Hisab dan Rukyat) dalam menetukan bulan yang pada akhrinya berbeda dalam hasil penentuan kapan dimulainya Ramadhan dan Syawal,jika ditelusuri lebih lajut maka pada dasarnya mereka menggunakan dalil yang sama namun beda dalam melakukan penafsiran, dalil tersebut sebagai berikut :
Dari shahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallohu’anhuma, bahwa Rasulullah Shalallohu’alaihu Wasallam bersabda,

Artinya : "Janganlah kalian puasa hingga kalian melihat hilal, dan janganlah kalian ber’idul fitri hingga kalian melihatnya. Jika kalian terhalangi (oleh mendung, debu, atau yang lainnya) maka tentukan/perkirakanlah/kadarkanlah untuknya." (HR. al-Bukhari; 1906 dan Muslim; 1080).
Secara umum satu dalil hadis diatas dipakai oleh mereka baik yang menggunakan Metode Hilal dan juga mereka yang menggunakan Metode Rukyat. Namun yang menjadi pembeda dari keduanya yakni dari kelompok yang mengunakan Metode Hisab, menafsirkan “Faqduru/kadarkanlah  dalam hadis diatas sebagai salah satu cara untuk boleh dilakukannya metode hisab dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal.
Adapun bagi mereka yang berpegang pada penentuan Metode Rukyat Hilal dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal juga menggunakan dalil umum diatas, akan tetapi masih ada lagi tambahan dalil yang lebih khusus untuk menekankan bahwa penggunaan Metode Rukyat merupakan sarana yang paling mudah dalam penetapan hilal, yakni hadis berikut :
Artinya: “Satu bulan itu dua puluh sembilan hari. Maka janganlah kalian memulai ibadah shaum sampai kalian melihat Al-Hilâl, dan janganlah kalian ber’idul fitri sampai kalian melihatnya. Jika terhalang atas kalian maka sempurnakanlah bilangan (bulan menjadi) tiga puluh (hari).”
Diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhâri 1907; asy-Syâfi’i dalam Musnad-nya no. 435 (I/446).
          Dalil diatas merupakan salah satu dari sekian banyak dalil yang khusus menurut pandangan mereka yang menggunakan metode Rukyat sebagai tambahan dalil yang merupakan penjelasan lebih detail dari Rasulullah Shalallohu’alaihu Wasallam bahwa penentuan hilal dari nabi yakni dengan rukyat, jika hilal tak terlihat maka cukup disempurnakan bilangan bulan tersebut menjadi tiga puluh hari.

II.2. Solusi dan Jalan Tengah
          Menghadapi ragam pemikiran dan pandangan yang berbeda dari kedua pendapat diatas yang akan tetap terus menerus memunculkan polemik dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal, maka hal ini akan tetap terus berlanjut jika tidak dicarikan solusi dan titik temu.
          Dalam kesempatan ini walaupun penulis sendiri telah memiliki dan memilih salah satu dari dua pendapat diatas, tidak bermaksud untuk melakukan keberfihakan pada satu fihak, namun penulis mencoba untuk menawarkan solusi sekaligus menghimbau kepada seluruh kaum muslimin yang ada di negeri ini untuk mengembalikan peran dan fungsi pemerintah dalam hal ini sebagai Ulil Amri dalam penentuan awal ramadhan dan syawal.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. An-Nisa': 59)
Kaum muslimin dituntukan oleh Rasulullah Shalallohu’alaihu Wasallam untuk memulai Ramadhan dan Ber-idul Fitri selalu bersama-sama  dengan Jama’ah (Pemerintah). Tidak berjalan sendiri-sendiri dengan kelompok masing-masing,dalam menentukan Ramadhan dan Idul Fitrinya. Namun penetapan Ramadhan dan Idul Fitri serta Idul Adha merupakan tugas dan kewenangan pemerintah. Berdasarkan sabda Rasulullah Shalallohu’alaihu Wasallam;


Artinya ; “Hari berpuasa adalah hari ketika kalian semua berpuasa (yakni
bersama pemerintah), hari ‘Idul Fitri adalah hari ketika kalian semua ber’idul fitri (yakni bersama pemerintah), dan hari ‘Idul Adha adalah hari ketika kalian semua ber’idul Adha (yakni bersama pemerintah). (HR. at-Tirmidzi 697).
          Kembali kepada keputusan pemerintah kaum muslimin dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal, merupakan salah satu solusi yang tepat dan benar masalah ini, terlepas nantinya pemerintah tersebut menggunakan Metode Hisab atau pun Rukyat, maka kaum muslimin secara umum (individu,partai dan ormas-ormas Islam) dalam hal ini tetaplah untuk dapat mengikuti petunjuk dan arahan dari pemerintah lewat Kementrian Agamanya. Hal ini juga sekaligus sebagai salah satu bentuk upaya untuk membuat dan menyatukan kaum muslimin dalam satu bentuk persatuan dan kebersamaan.
          Alangkah indahnya jika semua mau tunduk dan bersikap tidak terang-terangan menyelisihi pemerintah dalam masalah ini. Adapun sebenarnya mereka kelompok yang tidak sepandangan dengan arahan Ulil ‘Amri dalam hal ini, untuk sebaiknya tidak lantas terang-terangan menunjukkan perbedaan tersebut dikhalayak ramai,hal ini dilakukan untuk menjaga agar ummat tidak galau dalam memilah. Sekali lagi semua ini dilakukan untuk menjaga persatuan ummat Islam secara global.

III. KESIMPULAN DAN SARAN
III.1. Kesimpulan
1.    Bahwa polemik panjang perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Syawal secara umum disebabkan oleh beberapa faktor yakni;
a).Karena fanatik buta terhadap komunitas atau kelompok dan terhadap pimpinan mereka.
b).Adanya Perasaan tidak puas dari sebagian oknum komunitas atau kelompok dengan keputusan pemerintah.
c).Perbedaan cara atau metode penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal.
2.   Perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal dengan metode Hisab dan Rukyat,sebenarnya didasari oleh pendalilan yang sama. Namun terjadinya perbedaan metode penetapan disebabkan oleh penafsiran yang berbeda dari pendalilan yang ada.
III.2. Saran
1.    Perlu adanya peran pemerintah dalam hal ini untuk memfasilitasi kelompok-kelompok yang berbeda dalam penentuan hilal, untuk diberikan pemahaman tentang upaya untuk menjaga keutuhan persatuan kaum musimin. Hal ini perlu dilakukan tidak dalam moment sidang Istbat Ramadhan, seperti yang setiap tahun dilakukan oleh pemerintah, namun jauh-jauh hari perlu dilakukan pendekatan yang lebih dengan kelompok yang bersebrangan dengan pandangan pemerintah.
2.    Perlu adanya sikat tawadhu’ dari kelompok yang berselisih faham dengan pendapat Ulim ‘Amri untuk tidak berkeras dengan pendapat mereka. Jika mereka tetap berpegang dengan pendapat mereka, maka jangan mengumumkan didepan khalayak ramai tentang perbedaan pandangan yang terjadi, hal ini guna menjaga persatuan kaum muslimin. 
3.    Banyak cara dan jalan untuk menjaga agar perbedaan pandangan dalam penentuan hilal ini dapat dilakukan,bahkan jika terbentur pada perbedaan penentuan awal bulan Syawal, masih bisa dilakukan kompromi, yakni Sholat ‘Ied bisa dilakukan pada keesokan harinya, yakni sesuai dengan petunjuk dari Ulil ‘Amri.

4.    Islam ini mudah, alangkah indahnya jika kita satu persepsi dalam pandangan bahwa mengikuti petunjuk pemerintah dalam penentuan hilal Ramadhan dan Syawal itu lebih baik rangka menjaga keutuhan dan persatuan kaum muslimin.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna Veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat.