Saya
mengenal Majalah Intisari sejak Sekolah Dasar sekitar tahun 90-an,waktu itu salah
seorang dari keluarga besar kami berlangganan majalah ini setiap bulan. Awal ketertarikan
saya pada saat itu pada majalah intisari adalah tampilan majalahnya yang sederhana,
disertai warna dan gambar yang cerah,menarik serta kualitas kertas yang
tergolong bagus,sehingga untuk anak seusia saya saat itu membaca dan melihat
majalah yang satu ini memang sangat mengasyikkan.
Sejak dulu saya memang senang
membaca tulisan-tulisan tentang teknologi, alam, dunia kedokteran dan
pengobatan serta ruang angkasa,masih terngiang diingatan saya,Majalah Intisari menulis
tentang sisi lain penerbangan Neil Amstrong kebulan,hanya saja saya sudah tidak
ingat lagi judul tulisan yang tepat dan tanggal penerbitannya,tapi yang menjadi
catatan menarik bagi pribadi saya sampai sekarang setelah membaca tulisan
tersebut,bahwa saya meragukan keautentikan data tentang manusia yang katanya bisa
menginjak bulan,sampai saya sendiri yang benar-benar menginjak bulan.
Hal lain yang masih membekas
difikiran saya dari tulisan yang dulu pernah saya baca dari Majalah Intisari tentang
pengobatan penyakit dengan air kencing,dari majalah inilah pertama kali saya
tau bahwa air kencing bisa dijadikan obat. Wah,saya fikir tulisan yang ini agak
ngawur,benda kotor dijadikan obat,tapi inilah uniknya dunia. Dari
tulisan tersebut saya jadi tertarik untuk mencari tau bagaimana tinjauan Fiqh Islam
khususnya dalam penggunaan benda-benda najis untuk pengobatan.
Ada lagi satu rubrik Detectif
di majalah intisari yang menginspirasikan saya tentang pentingnya Matematika dan
pengetahuan Studi Kasus dalam memecahkan masalah, mungkin ini juga hikmah dengan
ketertarikan dan senangnya saya mengikuti rubrik tersebut,alhamdulillah
sekarang saya juga dipercayakan untuk mengajar matematika.
Terimakasih
Intisari,semoga majalah ini bisa tetap eksis menginspirasi anak bangsa
untuk terus semangat “Membaca Dunia”.
Bismillah,
I. PENDAHULUAN
Sudah
menjadi polemik yang panjang bahwa dalam penentuan Awal Ramadhan dan Syawal bahwa dinegeri kita sepertinya belum ada ujung
penyelesaianya, bahkan permasalahan tersebut senantiasa menjadi perdebatan saat
kedua bulan hijriyah tersebut menjelang. Ditambah lagi, seolah-olah hampir pada
setiap tahun memulai waktu pertanda awal puasa dan pertanda Idul Futri dimulai,
terjadi perbedaan, bahkan kita temukan pula awal Ramadan yang sama diakhiri
dengan Lebaran yang berbeda.
Mengapa
polemeik perbedaan itu terjadi. Ada 3 hal penyebab munculnya perbedaan dalam penentuan
awal Ramadhan dan Idul Fitri yakni: a).Karena fanatik buta terhadap komunitas
atau kelompok dan terhadap pimpinan mereka. b). Adanya Perasaan tidak puas dari
sebagian oknum komunitas atau kelompok dengan keputusan pemerintah. c).Perbedaan cara atau metode penetapan awal bulan ramadhan
dan syawal.
Melihat polemik penentuan awal Ramadhan
dan Syawal yang sepertinya terus menerus berkepanjangan di negeri kita ini,maka
metode penetapanlah menjadi parameter akar permasalahan mendasar sehingga menjadi
pembeda yang sangat krusial yaitu Penggunaan metode Hisab dan metode Rukyat, untuk
itu perlu kiranya untuk dijelaskan kepada ummat solusi pencerahan agar jangan
tergambar bahwa kita ummat Islam Indonesia khususnya tidak bersatu dan terpecah
dengan membawa ego kelompoknya masing-masing.
II. PEMBAHASAN
II.1. Satu Dalil
Tapi Beda
Memperhatikan
pendalilan dari kedua pendapat (Hisab dan Rukyat) dalam menetukan bulan yang
pada akhrinya berbeda dalam hasil penentuan kapan dimulainya Ramadhan dan
Syawal,jika ditelusuri lebih lajut maka pada dasarnya mereka menggunakan dalil
yang sama namun beda dalam melakukan penafsiran, dalil tersebut sebagai berikut
:
Dari shahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallohu’anhuma, bahwa
Rasulullah Shalallohu’alaihu Wasallam bersabda,
Artinya : "Janganlah kalian puasa hingga kalian melihat hilal,
dan janganlah kalian ber’idul fitri hingga kalian melihatnya. Jika kalian
terhalangi (oleh mendung, debu, atau yang lainnya) maka tentukan/perkirakanlah/kadarkanlah
untuknya." (HR. al-Bukhari; 1906 dan Muslim; 1080).
Secara umum satu dalil hadis diatas dipakai oleh mereka baik yang
menggunakan Metode Hilal dan juga mereka yang menggunakan Metode Rukyat. Namun
yang menjadi pembeda dari keduanya yakni dari kelompok yang mengunakan Metode
Hisab, menafsirkan “Faqduru/kadarkanlah” dalam hadis diatas sebagai salah satu cara untuk
boleh dilakukannya metode hisab dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal.
Adapun bagi mereka yang berpegang pada penentuan Metode Rukyat
Hilal dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal juga menggunakan dalil umum
diatas, akan tetapi masih ada lagi tambahan dalil yang lebih khusus untuk
menekankan bahwa penggunaan Metode Rukyat merupakan sarana yang paling mudah dalam
penetapan hilal, yakni hadis berikut :
Artinya: “Satu bulan itu dua puluh sembilan hari. Maka janganlah
kalian memulai ibadah shaum sampai kalian melihat Al-Hilâl, dan janganlah
kalian ber’idul fitri sampai kalian melihatnya. Jika terhalang atas kalian maka
sempurnakanlah bilangan (bulan menjadi) tiga puluh (hari).”
Diriwayatkan
oleh al-Imâm al-Bukhâri 1907; asy-Syâfi’i dalam Musnad-nya no. 435 (I/446).
Dalil diatas merupakan salah satu dari
sekian banyak dalil yang khusus menurut pandangan mereka yang menggunakan
metode Rukyat sebagai tambahan dalil yang merupakan penjelasan lebih detail
dari Rasulullah Shalallohu’alaihu Wasallam bahwa penentuan hilal dari
nabi yakni dengan rukyat, jika hilal tak terlihat maka cukup disempurnakan
bilangan bulan tersebut menjadi tiga puluh hari.
II.2. Solusi dan Jalan Tengah
Menghadapi ragam pemikiran dan
pandangan yang berbeda dari kedua pendapat diatas yang akan tetap terus menerus
memunculkan polemik dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal, maka hal ini akan
tetap terus berlanjut jika tidak dicarikan solusi dan titik temu.
Dalam kesempatan ini walaupun penulis sendiri
telah memiliki dan memilih salah satu dari dua pendapat diatas, tidak bermaksud
untuk melakukan keberfihakan pada satu fihak, namun penulis mencoba untuk menawarkan
solusi sekaligus menghimbau kepada seluruh kaum muslimin yang ada di negeri ini
untuk mengembalikan peran dan fungsi pemerintah dalam hal ini sebagai Ulil
Amri dalam penentuan awal ramadhan dan syawal.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara
kamu." (QS. An-Nisa': 59)
Kaum muslimin dituntukan oleh Rasulullah Shalallohu’alaihu
Wasallam untuk memulai Ramadhan dan Ber-idul Fitri selalu bersama-sama dengan Jama’ah (Pemerintah). Tidak berjalan
sendiri-sendiri dengan kelompok masing-masing,dalam menentukan Ramadhan dan
Idul Fitrinya. Namun penetapan Ramadhan dan Idul Fitri serta Idul Adha merupakan
tugas dan kewenangan pemerintah. Berdasarkan sabda Rasulullah Shalallohu’alaihu
Wasallam;
Artinya ; “Hari berpuasa adalah hari ketika kalian semua berpuasa
(yakni
bersama pemerintah), hari ‘Idul Fitri adalah hari ketika kalian
semua ber’idul fitri (yakni bersama pemerintah), dan hari ‘Idul Adha adalah
hari ketika kalian semua ber’idul Adha (yakni bersama pemerintah). (HR.
at-Tirmidzi 697).
Kembali kepada keputusan pemerintah
kaum muslimin dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal, merupakan salah satu
solusi yang tepat dan benar masalah ini, terlepas nantinya pemerintah tersebut
menggunakan Metode Hisab atau pun Rukyat, maka kaum muslimin secara umum
(individu,partai dan ormas-ormas Islam) dalam hal ini tetaplah untuk dapat
mengikuti petunjuk dan arahan dari pemerintah lewat Kementrian Agamanya. Hal
ini juga sekaligus sebagai salah satu bentuk upaya untuk membuat dan menyatukan
kaum muslimin dalam satu bentuk persatuan dan kebersamaan.
Alangkah indahnya jika semua mau
tunduk dan bersikap tidak terang-terangan menyelisihi pemerintah dalam masalah
ini. Adapun sebenarnya mereka kelompok yang tidak sepandangan dengan arahan Ulil
‘Amri dalam hal ini, untuk sebaiknya tidak lantas terang-terangan
menunjukkan perbedaan tersebut dikhalayak ramai,hal ini dilakukan untuk menjaga
agar ummat tidak galau dalam memilah. Sekali lagi semua ini dilakukan untuk
menjaga persatuan ummat Islam secara global.
III. KESIMPULAN DAN
SARAN
III.1. Kesimpulan
1.
Bahwa polemik panjang perbedaan
penentuan awal Ramadhan dan Syawal secara umum disebabkan oleh beberapa faktor yakni;
a).Karena fanatik buta terhadap
komunitas atau kelompok dan terhadap pimpinan mereka.
b).Adanya Perasaan tidak puas dari
sebagian oknum komunitas atau kelompok dengan keputusan pemerintah.
c).Perbedaan cara atau metode penetapan awal bulan Ramadhan
dan Syawal.
2.
Perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal dengan metode
Hisab dan Rukyat,sebenarnya didasari oleh pendalilan yang sama. Namun
terjadinya perbedaan metode penetapan disebabkan oleh penafsiran yang berbeda
dari pendalilan yang ada.
III.2. Saran
1.
Perlu adanya peran pemerintah dalam
hal ini untuk memfasilitasi kelompok-kelompok yang berbeda dalam penentuan
hilal, untuk diberikan pemahaman tentang upaya untuk menjaga keutuhan persatuan
kaum musimin. Hal ini perlu dilakukan tidak dalam moment sidang
Istbat Ramadhan, seperti yang setiap tahun dilakukan oleh
pemerintah, namun jauh-jauh hari perlu dilakukan pendekatan yang lebih dengan
kelompok yang bersebrangan dengan pandangan pemerintah.
2.
Perlu adanya sikat tawadhu’
dari kelompok yang berselisih faham dengan pendapat Ulim ‘Amri untuk
tidak berkeras dengan pendapat mereka. Jika mereka tetap berpegang dengan
pendapat mereka, maka jangan mengumumkan didepan khalayak ramai tentang
perbedaan pandangan yang terjadi, hal ini guna menjaga persatuan kaum muslimin.
3.
Banyak cara dan jalan untuk menjaga
agar perbedaan pandangan dalam penentuan hilal ini dapat dilakukan,bahkan jika
terbentur pada perbedaan penentuan awal bulan Syawal, masih bisa dilakukan
kompromi, yakni Sholat ‘Ied bisa dilakukan pada keesokan harinya, yakni sesuai
dengan petunjuk dari Ulil ‘Amri.
4.
Islam ini mudah, alangkah indahnya
jika kita satu persepsi dalam pandangan bahwa mengikuti petunjuk pemerintah
dalam penentuan hilal Ramadhan dan Syawal itu lebih baik rangka menjaga keutuhan
dan persatuan kaum muslimin.
“MENCARI JALAN TENGAH DALAM PENENTUAN AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL”
Azrani Ery Saputra
Juli 17, 2013