Mencari Solusi Problematika Remaja Masa Kini
- Januari 27, 2011
- by
AZRANI ERY SAPUTRA
1. Pendahuluan
Problem-problem yang muncul dizaman sekarang memang sudah sangat kompleks, salah satu dari sekian banyak permasalahan itu adalah bobroknya nilai moral para remaja yang ini dikenal pula sebagai “Kenakalan Remaja” (Juvenil Deliquence)1, dimana umumnya para remaja cenderung melakukan hal-hal yang melanggar norma-norma agama (Islam). Seperti halnya minum-minuman keras, mencuri, memeperkosa, pemakaian obat-obat bius dan lain sebagainya. Disamping itu para remaja muslim khususnya cenderung tidak mentaati ajaran-ajaran agama Islam dengan baik, mulai dari kewajiban yang fardhu apalagi sunnat, bahkan perbuatan kemaksiatan sudah menjadi semacam seremonial. Seperti halnya meninggalakan solat, meninggalakan puasa, tidak pernah membaca Qur’an, dan untuk melakukan ibadah-ibadah lain dimana hal itu terasa sudah jauh panggang dari api.
Dalam usaha mengatasi masalah tersebut, maka perlu kiranya peran para ulama dan kaum cendekiawan dalam menanggulangi kondisi yang kian memburuk ini, apalagi kenakalan yang dilakukan dan terjadi pada para remaja muslim kita, dimana mereka sebenarnya yang sangat diharapkan dapat eksis untuk kelak nantinya dapat dapat menggantikan generasi tua dalam memegang estafet kepemimpinan bangsa ini dalam lingkup yang besar.
Dengan melihat fonomena dan pertimbangan tersebut, maka tulisan ini akan coba mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan kebobrokan nilai moral para remaja sekarang semakin mengakar dan mengcengkram para remaja muslim lewat bentuk-bentuk kemaksiatan yang sekarang masih berlarut-larut adanya.
2.1. Sekilas Tentang Remaja
Setiap kita insyaallah pasti akan melalui tahap perkembangan usia yang dinamakan remaja, yakni masa dimana perkembangan fase anak-anak telah usai dilaluinya.
Secara tata bahasa dapat didefinisikan bahwa remaja yakni (kondisi) mulai dewasa1. Namun secara psikologis, remaja didefinisikan sebagai orang yang berusia 13 sampai dengan 21 tahun dimana dalam hal ini masa pencaharian identitas diri sedang mengalami perkembangan, baik fisik maupun mental2.
2.1.1. Keteguhan Remaja Muslim
Idealnya remaja yang konsisten adalah remaja yang beriman dengan dengan segala tuntutan makna “Iman”. Dan mereka para remaja tersebut, penuh cinta dan puas dengan agamanya dengan mendapatkan keberuntungan dari pengamalan mereka mempelajari dan meyakininya dan merasa rugi ketika meninggalkan ajaran dan konsekwensi dari agama (Islam) itu sendiri.
Selain itu mereka para remaja muslim, beriman dengan benar apa-apa yang Allah Ta’ala wajibkan atas mereka dan mengikrarkannya tanpa ragu serta berusaha mengikuti tuntunan dalam mencontoh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam baik perbuatan, perkataannya dan meninggalkan apa yang menjadi larangan serta mengikuti perintah beliau Shallallahualai wassalam.
2.2. Fenomena “Juvenil Deliquence”
Permasalahan yang kompleks kini sedang bahkan telah menghantui dunia Islam khususnya, salah satu dari sekian banyak permasalahan itu adalah bobroknya moral para remaja muslim yang mungkin lebih mengena jika disebut sebagai “Kenakalan Remaja” (Juvenil Deliquence), yang umumnya para remaja muslim ikut andil dan mereka cenderung melakukan pelanggaran norma-norma Islam tersebut.
Sekilas terkadang kita tak pernah menghiraukan, namun keadaan ini semakin membuat risih sebagian bahkan mungkin orang banyak. Kondisi ini sebenarnya jelas-jelas terlihat dan sering ditayangankan dalam acara-acara televisi dikesehariannya. Bagaimana bisa, remaja yang tega membunuh orang tuanya sendiri, seorang remaja yang memeperkosa teman dekatnya, remaja yang baku hantam hanya karena permasalahan kecil seperti rebutan pacar. Mungkin belum lepas lagi dari ingatan kita kasus pornografi seperti VCD porno “Sabun Mandi” yang dibintangi oleh sembilan orang ABG dari Bandung, VCD porno “Anak Ingusan” dari Surabaya. Belum lagi perbuatan lain yang dilakukan para remaja khususnya remaja muslim dan ini pun dipandang sebelah mata, seperti merokok, pacaran, bahkan minum-minuman keras yang pada umumnya kita menganggap biasa dengan kondisi seperti itu. Terkadang hal-hal tersebut muncul ketika terjadi tekanan jiwa, yang dialami pelaku karena menurut Salaby1 ; “Bahwa tekanan jiwa yang dirasakan sesorang dimana dengan kondisi (tekanan jiwa) itu akan dialihkan pada bentuk tingkah laku baru seperti merokok, marah-marahan bahkan dapat pula terjadinya perbuatan negatif lain seperti mabuk dan narkoba.
Kompleks memang dan itulah kenyataan, dimana kesemuanya memberikan indikasi betapa bobroknya akhlak remaja yang telah jauh dari nilai-nilai keislaman.
3.1. Faktor Biologis Psikologis
Menurut psikologi Kepribadian, bahwa secara tidak sadar manusia punya dorongan hawa nafsu hewan yang dikenal dari tiga macam dorongan:
a. Nafsu makan (Viscerptonia)
b. Nafsu emepertahankan diri (Somatotonia)
c. Nafsu Syahwat (Cerebrotonia)
Dalam keadaaan normal ketiga dorongan nafsu tersebut sudah ada sejak manusia lahir sampai tua. Dan dalam psikologi manusia, sejak anak-anak nafsu yang ketiga yakni nafsu syahwat (Cerebrotonia) terhambat oleh sejenis kelenjar pada hypofisa glanula thymus yang menyebabkan nafsu sex anak-anak tidak tumbuh sampai umurnya beranjak 14 tahun. Sejak usia tersebut dorongan nafsu mulai muncul sehingga setiap manusia baik pria maupun wanita pada usia 13 – 20 tahun akan mengalami puber atau masa pancaroba baik fisik maupun mentalnya dan masa ini pula disebut masa persiapan menuju dewasa. Sifat paling menonjol pada masa puber adalah rasa gelisah, mulia saling menyenangi lawan jenis, mulai ingin mencoba fungsi ketubuhan khususnya fungsi kelenjar kelamin serta mulai menentang aturan dan norma-norma yang berasal dari luar diri pribadinya. Dengan adanya pertumbuhan nafsu sex yang tanpa hambatan lagi. Maka pada masa puber tersebut dikenal pula dengan masa “Strum and drank” (artinya angin topan dan nafsu birahi) oleh karena itu apabila masa ini tidak ditunjang dengan ajaran-ajaran agama yang kontinyu dan mendasar, maka para remaja cenderung meninggalakan norma-norma agama.
3.2. Faktor Strategi Pendidikan
Jika kita lihat kembali pendidikan dinegara ini bahwa akan tampak sistem pendidikan kita yang cenderung menerapkan pola pada beberapa segi yakni, segi biologi, relegi, dan patriotisme, sehingga hal ini menimbulkan bentuk kurikulum material dari pada pendidikan mental spiritual khususnya bidang agama.
Akhirnya porsi pendidikan mental spiritual yang diberikan tidak berimbang dengan porsi pendidikan phisik material. Dalam satu minggu materi agama disekolahan kurang lebih dua jam, sedangkan untuk tingkat universitas saja pendidikan agama hanya 2 sks (100 menit/ minggu) selama menempuh perkuliahan dikampus. Sedangkan keberadaan manusia harus ada keseimbangan yang nyata antara jasmani dan rohani. Karena porsi dari pemberian materi tersebut tidak seimbangan maka mental spiritual selau dikalahkan dengan phisik material dan akhirnya kebutuhan jasmani selau mendominasi kebutuhan rohani sehingga kecenderungan remaja akan selalu mengejar kepuasan jasmani dengan meninggalkan ajaran-ajaran agama.
3.3. Tidak Dapat Menyaring dan memilah Teknologi
Teknologi modern sekarang merupakan produk akal manusia yang menimbulkan hasil berupa kebudayaan modern. Dimana kebudayaan juga merupakan hasil usaha manusia yang bertujuan untuk kesejahteraan ummat manusia. Jika kebudayaan modern itu ditopang oleh agama yang rapuh maka produk akal, terkadang akan menjadikan pembuatnya atau pemakainya terbius oleh kebudayaan itu sendiri. Padahal tidak semua hasil kebudayaan modern tersebut sesuai dengan norma dan aturan agama, bahkan kecenderungan mengagumi kebudayaan modern itu sendiri membuat manusia cenderung mempertuhankan otak/akalnya. Jika manusia sudah pada tahap yang sedemikian rupa maka kecenderungan untuk kufur pada sang khalik (Sang pencipta) sangat dekat.
Hal tersebut ternyata melanda kaum remaja yang notabene muslim, sehingga banyak diantara mereka yang sudah tidak dapat membedakan lagi mana kebudayaan yang hasilnya sesuai dengan aturan agama dan mana kebudayaan yang hasilnya menyimpang dari aturan agama. Karena sudah dikejar oleh kebutuhan yang mendesak untuk mencari kesenangan maka tak terelakkan lagi dansa-dansi, tarian rock dan sejenisnya sekarang menjadi kebutuhan yang mesti dipenuhi. Dengan kata lain para remaja telah kehilangan filter dan tidak dapat lagi membedakan antara yang benar dan yang salah (menurut Allah Ta’ala). Hal ini merupakan akibat dari pengisian otak dengan pengetahuan yang tidak diimbangi dengan pengisian jiwa oleh iman dan Islam.
3.4. Kurangnya Pengarahan Pendidikan Orang Tua Terhadap Nilai Agama
Jika dirunut kembali bahwa faktor utama yang menyebabkan orang tua salah arah dalam mendidik para remaja umumya karena masalah ekonomi. Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang baru berkembang sehingga pendapatan perkapita negara kita jika dibandingkan dengan negara maju lainnya cukup rendah. Tak sulit kita melihat kondisi “Miskinnya” negara ini, salah satunya, lihat saja dijalanan banyaknya para peminta-minta yang “mendendangkan” kotak-kotak dan kaleng-kaleng kosong, meminta agar orang lain memberikannya uang, hal ini saja sudah cukup memberikan gambaran begitu cukup miskinnya negara ini.
Dengan kondisi seperti itu para orang tua menjadi khawatir bagaimana dengan anak-anak mereka nanatinya, sehingga dibawa dan dimasukkanlah para remaja ke lembaga pendidikan formal (Pendidikan Umum) yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan materi tadi. Padahal seperti yang telah dijelaskan bahwa sistem pendidikan kita umumnya lebih menitik beratkan dan lebih cenderung pada pemberian kebutuhan material phisik dari pada meteri spiritual dalam hal ini materi keagamaan. Akibatnya para remaja kurang mendapat pengalaman didikan keagamaan dan segala sesuatu tentang agama. Maka wajar jika para remaja tidak mengindahkan norma-norma agama,karena mereka umumnya tidak mengerti tentang norma tersebut.
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan selalu membawa fitroh. Dan orang tuanya lah yang menjadikan mereka Majusi atau Nasrani”
3.5. Kurangnya Pengalaman Keagamaan Sejak Kecil
Faktor yang satu ini sebenarnya merupakan imbas atau mungkin bagian dari pada faktor kurangnya pengarahan pendidikan orang tua dari nilai agama. Sehingga nampak jelas dengan kurangnya pengarahan pendidikan agama ini, membuat para remaja tidak memiliki kebiasaan beragama yang mapan sewaktu mereka beranjak besar.
Dalam filsafat pendidikan, sejak dilahirkan, manusia memiliki ciri-ciri seperti:
1. Tak berdaya (pasif)
2. Potensial (punya potensi tersendiri)
3. Plastis (mata mudah terpengaruh dengan lingkungan)
Dengan adanya tiga ciri-ciri tersebut maka manusia diibaratkan seperti “Bola Kosong”. Menurut Dr. Allport1 bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh pengalaman-pengalamannya sejak sejak kecil. Dengan adanya “Bola Kosong“ itu, apabila diberi 5% materi agama dan 95% materi umum yang notabene pengetahuan barat, jika anak dewasa, tingkah lakunya akan mencerminkan sifat keumuman yang cenderung kebarat-baratan dan pasti tidak mencerminkan sifat keagamaan.
Faktor kurangnya pengalaman keagamaan baik teori maupun praktek akibat salahnya pengarahan dan pendidikan dari orangtua, kiranya makin memperjelas “Mengapa para remaja (khususnya remaja muslim) kini cenderung meninggalkan ajaran dan norma-norma Islam.
Pada dasarnya, kecenderungan sikap mental berupa penyimpangan yang umum dilakukan oleh para remaja sekarang ini bermuara dari suatu prilaku yakni “Menzholimi diri sendiri” hal ini dikarenakan labilnya kejiwaaan diri para remaja yang tak dapat dan belum menemukan jati diri mereka sendiri, sehingga kegiatan mencoba sesuatu yang baru dan dianggap modern kerap dilakukan, dan tak dapat dipungkiri, hal baru tersebut adalah sebuah kemaksiatan yang ternyata berdampak besar pada prilaku diri dan akhlak mereka.
4.1. Sekilas Tentang Maksiat
Maksiat adalah sikap meninggalkan keserasian kehendak Allah Ta’ala yang berupa kebenaran dan kebaikan. Syaikh Al-Jibrin1 mengutip perkataan Ibnu Qoyyim rahimahullah yang menyebutkan dengan singkat bahwa maksiat yaitu meninggalkan perintah Allah Ta’ala dan mengerjakan larangan-Nya.
Sebenarnya maksiatlah yang merubah wajah dan kehidupan para remaja muslim yang rusak akhlak serta kepribadiannya, sehingga prilaku yang ditampilkan cenderung jauh dari nilai-nilai keislaman. Kemaksiatan yang mereka lakukan pada dasarnya berputar pada dua keadaan yakni melalaikan hak-hak Allah Ta’ala melanggar aturan-aturan-Nya.
Melalaikan hak Allah Taala dalam hal ini seperti meninggalkan solat, tidak melakukan puasa khususnya Ramadhan dan lain sebagainya. Pada hal ibadah-ibadah tersebut merupakan tameng bagi mereka agar terhindar dari kemaksiatan
4.2. Penyebab Melakukan Kemaksiatan
Ibnu Qoyyim mengatakan2 bahwa ada tiga hal penyebab utama timbulnya kemaksiatan baik yang besar maupun yang kecil.
1. Keterkaitan hati kepada selain Allah
2. Mengikuti dorongan amarah
3. Menuruti dorongan nafsu
Ketiganya terwujud dalam perbuatan syirik, kezoliman dan perbuatan-perbuatan keji. Bentuk keterikatan hati kepada selain Allah yang paling puncak adalah syirik serta mengakui keberadaan illah selain Allah Ta’ala. Bentuk menuruti dorongan amarah yang paling puncak adalah pembunuhan. Dan bentuk dorongan syahwat yang paling puncak adalah melakukan zina. Seperti yang dikatakan Allah Ta’ala mengumpulkan ketiga hal tersebut dalam firmannya. “Dan orang-orang yang tidak menyembah rabb lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina…. (Al-Furqan: 68).
Ketiganya saling berhubungan dan tarik-menarik. Syirik menarik seseorang pada kezoliman dan perbuatan keji, sebagaimana ikhlas dan tauhid akan menjauhkan seseorang dari kezoliman dan kekejian itu. Demikian pula dengan kezoliman ia menarik sesorang pada kesyirikan dan perbuatan keji, sebab syirik adalah puncak dari segala kezoliman. Seperti yang difirmankan Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezoliman yang besar (Luqman: 13).
4.3. Dampak Kemaksiatan
Ibnu Qoyyim menjelaskan dampak-dampak kemaksiatan1 beberapa diantaranya sangat mengena dengan permasalahan para remaja diantaranya adalah:
a. Pelaku maksiat menjadi lebih gemar kembali melakukan maksiat dan rasa risih ketika melakukannya, tercabut dari hatinya.
Kondisi semacam ini jelas terlihat ketika pelaku maksiat telah bergumul dengan dosa kemaksiatannya ia sangat risih ketika kemaksiatan itu tidak dilakukannya sehingga hal ini terus berkelanjutan dan akhirnya perbuatan maksiat itu menjadi penyebab para pelakunya meremehkan Allah Ta’ala (Na’uzubillah). Sehingga martabat pelaku maksiat itupun turun dalam pandangan Allah.
Kemalasan dan ketidak tentraman serta tidak adanya gairah hidup akan selalu didapat oleh para penggemar kemaksiatan, sehingga tidak akan ada kesudahan dan hidupnya akan berlalu dengan tetap melakukan kemaksiatan sepanjang hari
b. Karena perbuatan maksiat terhalang baginya untuk mendapatkan ilmu dan rezeki.
Sekali lagi tampak jelas para pelaku maksiat yang kerap melakukan kemaksiatan disaat belajar akan selalu nampak kebingunan dan mudah bosan, ketika harus berhadapan dengan Ilmu karena memang ilmu itu adalah cahaya sementara kemaksiatan adalah kegelapan. Sehingga sulitnya bagi mereka untuk meraihnya.
Hal itu dapat kiranya kita lihat dari para remaja yang candu akan narkoba tubuh mereka lemah, lesu loyo dan tak punya gairah apalagi untuk dapat memahami mata pelajaran. Dan ketika hal seperti ini terjadi alangkah sulitnya untuk mengembalikannya menjadi normal dan bangkit dari lobang kemaksiatan.
4.3. Maksiat Dan Kebobrokan Akhlak
Jati diri bangsa terletak pada akhlaknya, selama masih ada
Jika lenyap, maka mereka pun lenyak bersamanya1 .
Keterkaitan antara keduanya (maksiat dan kebobrokan akhlak) sangat erat, hal ini sebenarnya dapat kita amati dalam masyarakat dimana para remaja yang selalu melakukan kemaksiatan seperti minum-minuman keras, pergaulan bebas akan nampak refleksi prilaku kesehariannya. Ditambah lagi jika kemaksiatan itu ada dalam sebuah perkumpulan para pemuda yang didalamnya berkumpul pula para gembong kemaksiatan, hal ini akan sangat berdampak besar bagi prilaku para remaja yang notabenenya masih dalam pencaharian jati dirinya. Sehingga takkan terelakkan lagi semakin lama bersama dan berkumpul, maka akan semakin jauh pula kebobrokan nilai akhlak yang menjadi pilar penyangga keutuhan ummat ini.
4.4. Agar Terhindar Dari Maksiat
Kemaksiatan yang menyebabkan bobroknya akhlak dan dapat membuat para pelakunya jauh dari Allah Ta’ala,. sebenarnya akan dapat dengan mudah bangkit dengan izin Allah Ta’ala dan tekad yang kuat.
“Banyak jalan menuju Roma”. Artinya ketika ada keinginan untuk bangkit dan bertaubat maka banyak hal yang dapat kita lakukan dengan memeperhatikan pula hal-hal yang menjadi penyebab penyimpangan dan kemaksiatan tersebut.
Untuk itu berusahalah agar hati dan jiwa jangan kosong dari mengingat Allah Ta’ala. ini berarti bahwa kita berusaha untuk mengikuti segala perintah Allah Ta’ala dan amanah Rasulullah Shallahualaihi wassalam untuk taat pada-Nya dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dalam Qur’an dan Sunnah. Dan untuk mendapatkan itu semua hendaknya menuntut ilmu dengan giat dan sungguh-sungguh, serta berdoa pada Allah Ta’ala agar dibantu dan diberikan hidayah untuk bangkit agar hati dapat tenang.
Interaksi para remaja perlu dilakukan lebih erat dengan kaum tua. Interaksi ini yang jelas pada hal-hal yang positif. Banyak interaksi positif yang dapat dilakukan, dalam hal ini kaum tua yang perlu banyak memberikan motivasi dan nasehat yang baik bagi para remaja, dan hubungan timbal balik yakni para remaja sebagai kaum muda hendaknya menaruh rasa hormat dengan kaum tua, adanya saling menghargai wejangan positif yang diberikan, serta menerima bimbingan dan arahan mereka, sebab mereka kaum tua lebih banyak dan berpengalaman dalam hidup.
Kelompok dan perkumpulan remaja salah satu dari sekian banyak hal yang perlu diperhatikan. Karena dalam perkumpulan-perkumpulan para remaja ini biasanya cenderung muncul hal-hal yang tak bermanfaat. Bergaul dengan kelompok atau perkumpulan yang menyimpang akan berpengaruh pada prilaku dan cara berfikir para remaja. Oleh karena itu cari dan perhatikan siapa teman kita dalam saat berkumpul bersama.
SOLUSI
Pada dasarnya tujuan diciptakannya para makhlus dibumi ini adalah untuk beribadah pada Allah1. Sehingga dengan itu Islam berusaha untuk mencetak pribadi-pribadi muslim yang bertaqwa, berilmu dan beramal dengan ilmu itu, serta menjalankan syariat dengan konsekwen2. Dengan melihat kondisi dan faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan yang menyangkut para remaja muslim zaman sekarang khususnya, maka solusi terbaik yang sangat penting dan menjadi dasar berpijak untuk diperhatikan dengan sangat serius yakni pembinaan agama dalam hal ini penanaman aqidah yang benar, agar para remaja dapat terselamatkan dari berbagi penyimpangan terutama penyimpangan nafsu yang cenderung merusak moral para remaja muslim.
Mungkin akan muncul lagi pertanyaan bagaimana sebenarnya menanamkan aqidah yang benar pada diri para remaja ?.
Beberapa hal yang mendasar yang perlu untuk diperhatikan adalah mendudukkan mereka (para remaja) pada majelis-majelis Ilmu yang mengajarkan tentang pengenalan akan Rabb mereka yakni Allah Ta’ala Seperti yang disinyalir oleh Nabi Shallallahualaihi wassalam saat mengutus Muadz ke Yaman beliau berkata padanya bahwa “Yang pertama kali kamu dakwahkan mereka kepadanya adalah Syahadat”3, pengenalan akan rasul mereka Muhammad Shallallahualaihi wassalam dan mengenal pula lebih dekat apa sebenarnya Islam itu sebenarnya.
Secara global tiga hal ini yang sangat perlu untuk diperhatikan dalam menanamkan pembinaan dalam diri para remaja. Dan untuk penjabarannya maka lagi-lagi peran orang tua sangatlah penting untuk dapat mengajak anak-anak mereka yakni para remaja yang masih dalam pencaharian jati diri itu untuk duduk di halaqah-halaqah ilmu dan majelis-majelis ilmu, karena bagaimana mungkin para remaja mereka bisa baik jika orang tua tidak mau tau terhadap pentingnya ilmu dan aqidah yang benar dalam dalam beriman dan berislam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jibrin Abdurrahman; (2003), SAMPAI KAPAN BERMAKSIAT. Pustaka Arafah, Solo.
Al-Utsaimin, Mhd. Shalih; (Tanpa Tahun), PROBLEMATIKA REMAJA DAN SOLUSINYA DALAM ISLAM. At-Tibyan, Solo.
Buletin Al-Minhaj, Edisi Empat tahun pertama hal.4. Yayasan Sunni Salafy Medan.
Fatah Rohadi Abdul, Drs, dkk, (1992), ILMU DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM. Rineka Cipta, Jakarta.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, (Tanpa Tahun), TAZKIAH AN-NAFS. At-Tibyan, Solo.
Mulyono, Y. Bambang; (1984), PENDEKATAN ANALISIS KENAKALAN REMAJA DAN PENANGGULANGANNYA. Kanisius, Jogya.
Pusat Bahasa Depdiknas. KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (KBBI) Edisi-3, Depdikbut Balai Pustaka.
Salaby Mas Rahim, Drs. (2002), MENGATASI KEGONCANGAN JIWA. Rosda, Bandung.
Zainu,Jamil.( 2003); PRIBADI DAN AKHLAK RASUL. Al-Qowam, Solo.