AZRANI ERY SAPUTRA
1. Pendahuluan
Problem-problem yang muncul dizaman sekarang memang sudah sangat kompleks, salah satu dari sekian banyak permasalahan itu adalah bobroknya nilai moral para remaja yang ini dikenal pula sebagai “Kenakalan Remaja” (Juvenil Deliquence)1, dimana umumnya para remaja cenderung melakukan hal-hal yang melanggar norma-norma agama (Islam). Seperti halnya minum-minuman keras, mencuri, memeperkosa, pemakaian obat-obat bius dan lain sebagainya. Disamping itu para remaja muslim khususnya cenderung tidak mentaati ajaran-ajaran agama Islam dengan baik, mulai dari kewajiban yang fardhu apalagi sunnat, bahkan perbuatan kemaksiatan sudah menjadi semacam seremonial. Seperti halnya meninggalakan solat, meninggalakan puasa, tidak pernah membaca Qur’an, dan untuk melakukan ibadah-ibadah lain dimana hal itu terasa sudah jauh panggang dari api.
Dalam usaha mengatasi masalah tersebut, maka perlu kiranya peran para ulama dan kaum cendekiawan dalam menanggulangi kondisi yang kian memburuk ini, apalagi kenakalan yang dilakukan dan terjadi pada para remaja muslim kita, dimana mereka sebenarnya yang sangat diharapkan dapat eksis untuk kelak nantinya dapat dapat menggantikan generasi tua dalam memegang estafet kepemimpinan bangsa ini dalam lingkup yang besar.
Dengan melihat fonomena dan pertimbangan tersebut, maka tulisan ini akan coba mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan kebobrokan nilai moral para remaja sekarang semakin mengakar dan mengcengkram para remaja muslim lewat bentuk-bentuk kemaksiatan yang sekarang masih berlarut-larut adanya.
2.1. Sekilas Tentang Remaja
Setiap kita insyaallah pasti akan melalui tahap perkembangan usia yang dinamakan remaja, yakni masa dimana perkembangan fase anak-anak telah usai dilaluinya.
Secara tata bahasa dapat didefinisikan bahwa remaja yakni (kondisi) mulai dewasa1. Namun secara psikologis, remaja didefinisikan sebagai orang yang berusia 13 sampai dengan 21 tahun dimana dalam hal ini masa pencaharian identitas diri sedang mengalami perkembangan, baik fisik maupun mental2.
2.1.1. Keteguhan Remaja Muslim
Idealnya remaja yang konsisten adalah remaja yang beriman dengan dengan segala tuntutan makna “Iman”. Dan mereka para remaja tersebut, penuh cinta dan puas dengan agamanya dengan mendapatkan keberuntungan dari pengamalan mereka mempelajari dan meyakininya dan merasa rugi ketika meninggalkan ajaran dan konsekwensi dari agama (Islam) itu sendiri.
Selain itu mereka para remaja muslim, beriman dengan benar apa-apa yang Allah Ta’ala wajibkan atas mereka dan mengikrarkannya tanpa ragu serta berusaha mengikuti tuntunan dalam mencontoh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam baik perbuatan, perkataannya dan meninggalkan apa yang menjadi larangan serta mengikuti perintah beliau Shallallahualai wassalam.
2.2. Fenomena “Juvenil Deliquence”
Permasalahan yang kompleks kini sedang bahkan telah menghantui dunia Islam khususnya, salah satu dari sekian banyak permasalahan itu adalah bobroknya moral para remaja muslim yang mungkin lebih mengena jika disebut sebagai “Kenakalan Remaja” (Juvenil Deliquence), yang umumnya para remaja muslim ikut andil dan mereka cenderung melakukan pelanggaran norma-norma Islam tersebut.
Sekilas terkadang kita tak pernah menghiraukan, namun keadaan ini semakin membuat risih sebagian bahkan mungkin orang banyak. Kondisi ini sebenarnya jelas-jelas terlihat dan sering ditayangankan dalam acara-acara televisi dikesehariannya. Bagaimana bisa, remaja yang tega membunuh orang tuanya sendiri, seorang remaja yang memeperkosa teman dekatnya, remaja yang baku hantam hanya karena permasalahan kecil seperti rebutan pacar. Mungkin belum lepas lagi dari ingatan kita kasus pornografi seperti VCD porno “Sabun Mandi” yang dibintangi oleh sembilan orang ABG dari Bandung, VCD porno “Anak Ingusan” dari Surabaya. Belum lagi perbuatan lain yang dilakukan para remaja khususnya remaja muslim dan ini pun dipandang sebelah mata, seperti merokok, pacaran, bahkan minum-minuman keras yang pada umumnya kita menganggap biasa dengan kondisi seperti itu. Terkadang hal-hal tersebut muncul ketika terjadi tekanan jiwa, yang dialami pelaku karena menurut Salaby1 ; “Bahwa tekanan jiwa yang dirasakan sesorang dimana dengan kondisi (tekanan jiwa) itu akan dialihkan pada bentuk tingkah laku baru seperti merokok, marah-marahan bahkan dapat pula terjadinya perbuatan negatif lain seperti mabuk dan narkoba.
Kompleks memang dan itulah kenyataan, dimana kesemuanya memberikan indikasi betapa bobroknya akhlak remaja yang telah jauh dari nilai-nilai keislaman.
3.1. Faktor Biologis Psikologis
Menurut psikologi Kepribadian, bahwa secara tidak sadar manusia punya dorongan hawa nafsu hewan yang dikenal dari tiga macam dorongan:
a. Nafsu makan (Viscerptonia)
b. Nafsu emepertahankan diri (Somatotonia)
c. Nafsu Syahwat (Cerebrotonia)
Dalam keadaaan normal ketiga dorongan nafsu tersebut sudah ada sejak manusia lahir sampai tua. Dan dalam psikologi manusia, sejak anak-anak nafsu yang ketiga yakni nafsu syahwat (Cerebrotonia) terhambat oleh sejenis kelenjar pada hypofisa glanula thymus yang menyebabkan nafsu sex anak-anak tidak tumbuh sampai umurnya beranjak 14 tahun. Sejak usia tersebut dorongan nafsu mulai muncul sehingga setiap manusia baik pria maupun wanita pada usia 13 – 20 tahun akan mengalami puber atau masa pancaroba baik fisik maupun mentalnya dan masa ini pula disebut masa persiapan menuju dewasa. Sifat paling menonjol pada masa puber adalah rasa gelisah, mulia saling menyenangi lawan jenis, mulai ingin mencoba fungsi ketubuhan khususnya fungsi kelenjar kelamin serta mulai menentang aturan dan norma-norma yang berasal dari luar diri pribadinya. Dengan adanya pertumbuhan nafsu sex yang tanpa hambatan lagi. Maka pada masa puber tersebut dikenal pula dengan masa “Strum and drank” (artinya angin topan dan nafsu birahi) oleh karena itu apabila masa ini tidak ditunjang dengan ajaran-ajaran agama yang kontinyu dan mendasar, maka para remaja cenderung meninggalakan norma-norma agama.
3.2. Faktor Strategi Pendidikan
Jika kita lihat kembali pendidikan dinegara ini bahwa akan tampak sistem pendidikan kita yang cenderung menerapkan pola pada beberapa segi yakni, segi biologi, relegi, dan patriotisme, sehingga hal ini menimbulkan bentuk kurikulum material dari pada pendidikan mental spiritual khususnya bidang agama.
Akhirnya porsi pendidikan mental spiritual yang diberikan tidak berimbang dengan porsi pendidikan phisik material. Dalam satu minggu materi agama disekolahan kurang lebih dua jam, sedangkan untuk tingkat universitas saja pendidikan agama hanya 2 sks (100 menit/ minggu) selama menempuh perkuliahan dikampus. Sedangkan keberadaan manusia harus ada keseimbangan yang nyata antara jasmani dan rohani. Karena porsi dari pemberian materi tersebut tidak seimbangan maka mental spiritual selau dikalahkan dengan phisik material dan akhirnya kebutuhan jasmani selau mendominasi kebutuhan rohani sehingga kecenderungan remaja akan selalu mengejar kepuasan jasmani dengan meninggalkan ajaran-ajaran agama.
3.3. Tidak Dapat Menyaring dan memilah Teknologi
Teknologi modern sekarang merupakan produk akal manusia yang menimbulkan hasil berupa kebudayaan modern. Dimana kebudayaan juga merupakan hasil usaha manusia yang bertujuan untuk kesejahteraan ummat manusia. Jika kebudayaan modern itu ditopang oleh agama yang rapuh maka produk akal, terkadang akan menjadikan pembuatnya atau pemakainya terbius oleh kebudayaan itu sendiri. Padahal tidak semua hasil kebudayaan modern tersebut sesuai dengan norma dan aturan agama, bahkan kecenderungan mengagumi kebudayaan modern itu sendiri membuat manusia cenderung mempertuhankan otak/akalnya. Jika manusia sudah pada tahap yang sedemikian rupa maka kecenderungan untuk kufur pada sang khalik (Sang pencipta) sangat dekat.
Hal tersebut ternyata melanda kaum remaja yang notabene muslim, sehingga banyak diantara mereka yang sudah tidak dapat membedakan lagi mana kebudayaan yang hasilnya sesuai dengan aturan agama dan mana kebudayaan yang hasilnya menyimpang dari aturan agama. Karena sudah dikejar oleh kebutuhan yang mendesak untuk mencari kesenangan maka tak terelakkan lagi dansa-dansi, tarian rock dan sejenisnya sekarang menjadi kebutuhan yang mesti dipenuhi. Dengan kata lain para remaja telah kehilangan filter dan tidak dapat lagi membedakan antara yang benar dan yang salah (menurut Allah Ta’ala). Hal ini merupakan akibat dari pengisian otak dengan pengetahuan yang tidak diimbangi dengan pengisian jiwa oleh iman dan Islam.
3.4. Kurangnya Pengarahan Pendidikan Orang Tua Terhadap Nilai Agama
Jika dirunut kembali bahwa faktor utama yang menyebabkan orang tua salah arah dalam mendidik para remaja umumya karena masalah ekonomi. Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang baru berkembang sehingga pendapatan perkapita negara kita jika dibandingkan dengan negara maju lainnya cukup rendah. Tak sulit kita melihat kondisi “Miskinnya” negara ini, salah satunya, lihat saja dijalanan banyaknya para peminta-minta yang “mendendangkan” kotak-kotak dan kaleng-kaleng kosong, meminta agar orang lain memberikannya uang, hal ini saja sudah cukup memberikan gambaran begitu cukup miskinnya negara ini.
Dengan kondisi seperti itu para orang tua menjadi khawatir bagaimana dengan anak-anak mereka nanatinya, sehingga dibawa dan dimasukkanlah para remaja ke lembaga pendidikan formal (Pendidikan Umum) yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan materi tadi. Padahal seperti yang telah dijelaskan bahwa sistem pendidikan kita umumnya lebih menitik beratkan dan lebih cenderung pada pemberian kebutuhan material phisik dari pada meteri spiritual dalam hal ini materi keagamaan. Akibatnya para remaja kurang mendapat pengalaman didikan keagamaan dan segala sesuatu tentang agama. Maka wajar jika para remaja tidak mengindahkan norma-norma agama,karena mereka umumnya tidak mengerti tentang norma tersebut.
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan selalu membawa fitroh. Dan orang tuanya lah yang menjadikan mereka Majusi atau Nasrani”
3.5. Kurangnya Pengalaman Keagamaan Sejak Kecil
Faktor yang satu ini sebenarnya merupakan imbas atau mungkin bagian dari pada faktor kurangnya pengarahan pendidikan orang tua dari nilai agama. Sehingga nampak jelas dengan kurangnya pengarahan pendidikan agama ini, membuat para remaja tidak memiliki kebiasaan beragama yang mapan sewaktu mereka beranjak besar.
Dalam filsafat pendidikan, sejak dilahirkan, manusia memiliki ciri-ciri seperti:
1. Tak berdaya (pasif)
2. Potensial (punya potensi tersendiri)
3. Plastis (mata mudah terpengaruh dengan lingkungan)
Dengan adanya tiga ciri-ciri tersebut maka manusia diibaratkan seperti “Bola Kosong”. Menurut Dr. Allport1 bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh pengalaman-pengalamannya sejak sejak kecil. Dengan adanya “Bola Kosong“ itu, apabila diberi 5% materi agama dan 95% materi umum yang notabene pengetahuan barat, jika anak dewasa, tingkah lakunya akan mencerminkan sifat keumuman yang cenderung kebarat-baratan dan pasti tidak mencerminkan sifat keagamaan.
Faktor kurangnya pengalaman keagamaan baik teori maupun praktek akibat salahnya pengarahan dan pendidikan dari orangtua, kiranya makin memperjelas “Mengapa para remaja (khususnya remaja muslim) kini cenderung meninggalkan ajaran dan norma-norma Islam.
Pada dasarnya, kecenderungan sikap mental berupa penyimpangan yang umum dilakukan oleh para remaja sekarang ini bermuara dari suatu prilaku yakni “Menzholimi diri sendiri” hal ini dikarenakan labilnya kejiwaaan diri para remaja yang tak dapat dan belum menemukan jati diri mereka sendiri, sehingga kegiatan mencoba sesuatu yang baru dan dianggap modern kerap dilakukan, dan tak dapat dipungkiri, hal baru tersebut adalah sebuah kemaksiatan yang ternyata berdampak besar pada prilaku diri dan akhlak mereka.
4.1. Sekilas Tentang Maksiat
Maksiat adalah sikap meninggalkan keserasian kehendak Allah Ta’ala yang berupa kebenaran dan kebaikan. Syaikh Al-Jibrin1 mengutip perkataan Ibnu Qoyyim rahimahullah yang menyebutkan dengan singkat bahwa maksiat yaitu meninggalkan perintah Allah Ta’ala dan mengerjakan larangan-Nya.
Sebenarnya maksiatlah yang merubah wajah dan kehidupan para remaja muslim yang rusak akhlak serta kepribadiannya, sehingga prilaku yang ditampilkan cenderung jauh dari nilai-nilai keislaman. Kemaksiatan yang mereka lakukan pada dasarnya berputar pada dua keadaan yakni melalaikan hak-hak Allah Ta’ala melanggar aturan-aturan-Nya.
Melalaikan hak Allah Taala dalam hal ini seperti meninggalkan solat, tidak melakukan puasa khususnya Ramadhan dan lain sebagainya. Pada hal ibadah-ibadah tersebut merupakan tameng bagi mereka agar terhindar dari kemaksiatan
4.2. Penyebab Melakukan Kemaksiatan
Ibnu Qoyyim mengatakan2 bahwa ada tiga hal penyebab utama timbulnya kemaksiatan baik yang besar maupun yang kecil.
1. Keterkaitan hati kepada selain Allah
2. Mengikuti dorongan amarah
3. Menuruti dorongan nafsu
Ketiganya terwujud dalam perbuatan syirik, kezoliman dan perbuatan-perbuatan keji. Bentuk keterikatan hati kepada selain Allah yang paling puncak adalah syirik serta mengakui keberadaan illah selain Allah Ta’ala. Bentuk menuruti dorongan amarah yang paling puncak adalah pembunuhan. Dan bentuk dorongan syahwat yang paling puncak adalah melakukan zina. Seperti yang dikatakan Allah Ta’ala mengumpulkan ketiga hal tersebut dalam firmannya. “Dan orang-orang yang tidak menyembah rabb lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina…. (Al-Furqan: 68).
Ketiganya saling berhubungan dan tarik-menarik. Syirik menarik seseorang pada kezoliman dan perbuatan keji, sebagaimana ikhlas dan tauhid akan menjauhkan seseorang dari kezoliman dan kekejian itu. Demikian pula dengan kezoliman ia menarik sesorang pada kesyirikan dan perbuatan keji, sebab syirik adalah puncak dari segala kezoliman. Seperti yang difirmankan Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezoliman yang besar (Luqman: 13).
4.3. Dampak Kemaksiatan
Ibnu Qoyyim menjelaskan dampak-dampak kemaksiatan1 beberapa diantaranya sangat mengena dengan permasalahan para remaja diantaranya adalah:
a. Pelaku maksiat menjadi lebih gemar kembali melakukan maksiat dan rasa risih ketika melakukannya, tercabut dari hatinya.
Kondisi semacam ini jelas terlihat ketika pelaku maksiat telah bergumul dengan dosa kemaksiatannya ia sangat risih ketika kemaksiatan itu tidak dilakukannya sehingga hal ini terus berkelanjutan dan akhirnya perbuatan maksiat itu menjadi penyebab para pelakunya meremehkan Allah Ta’ala (Na’uzubillah). Sehingga martabat pelaku maksiat itupun turun dalam pandangan Allah.
Kemalasan dan ketidak tentraman serta tidak adanya gairah hidup akan selalu didapat oleh para penggemar kemaksiatan, sehingga tidak akan ada kesudahan dan hidupnya akan berlalu dengan tetap melakukan kemaksiatan sepanjang hari
b. Karena perbuatan maksiat terhalang baginya untuk mendapatkan ilmu dan rezeki.
Sekali lagi tampak jelas para pelaku maksiat yang kerap melakukan kemaksiatan disaat belajar akan selalu nampak kebingunan dan mudah bosan, ketika harus berhadapan dengan Ilmu karena memang ilmu itu adalah cahaya sementara kemaksiatan adalah kegelapan. Sehingga sulitnya bagi mereka untuk meraihnya.
Hal itu dapat kiranya kita lihat dari para remaja yang candu akan narkoba tubuh mereka lemah, lesu loyo dan tak punya gairah apalagi untuk dapat memahami mata pelajaran. Dan ketika hal seperti ini terjadi alangkah sulitnya untuk mengembalikannya menjadi normal dan bangkit dari lobang kemaksiatan.
4.3. Maksiat Dan Kebobrokan Akhlak
Jati diri bangsa terletak pada akhlaknya, selama masih ada
Jika lenyap, maka mereka pun lenyak bersamanya1 .
Keterkaitan antara keduanya (maksiat dan kebobrokan akhlak) sangat erat, hal ini sebenarnya dapat kita amati dalam masyarakat dimana para remaja yang selalu melakukan kemaksiatan seperti minum-minuman keras, pergaulan bebas akan nampak refleksi prilaku kesehariannya. Ditambah lagi jika kemaksiatan itu ada dalam sebuah perkumpulan para pemuda yang didalamnya berkumpul pula para gembong kemaksiatan, hal ini akan sangat berdampak besar bagi prilaku para remaja yang notabenenya masih dalam pencaharian jati dirinya. Sehingga takkan terelakkan lagi semakin lama bersama dan berkumpul, maka akan semakin jauh pula kebobrokan nilai akhlak yang menjadi pilar penyangga keutuhan ummat ini.
4.4. Agar Terhindar Dari Maksiat
Kemaksiatan yang menyebabkan bobroknya akhlak dan dapat membuat para pelakunya jauh dari Allah Ta’ala,. sebenarnya akan dapat dengan mudah bangkit dengan izin Allah Ta’ala dan tekad yang kuat.
“Banyak jalan menuju Roma”. Artinya ketika ada keinginan untuk bangkit dan bertaubat maka banyak hal yang dapat kita lakukan dengan memeperhatikan pula hal-hal yang menjadi penyebab penyimpangan dan kemaksiatan tersebut.
Untuk itu berusahalah agar hati dan jiwa jangan kosong dari mengingat Allah Ta’ala. ini berarti bahwa kita berusaha untuk mengikuti segala perintah Allah Ta’ala dan amanah Rasulullah Shallahualaihi wassalam untuk taat pada-Nya dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dalam Qur’an dan Sunnah. Dan untuk mendapatkan itu semua hendaknya menuntut ilmu dengan giat dan sungguh-sungguh, serta berdoa pada Allah Ta’ala agar dibantu dan diberikan hidayah untuk bangkit agar hati dapat tenang.
Interaksi para remaja perlu dilakukan lebih erat dengan kaum tua. Interaksi ini yang jelas pada hal-hal yang positif. Banyak interaksi positif yang dapat dilakukan, dalam hal ini kaum tua yang perlu banyak memberikan motivasi dan nasehat yang baik bagi para remaja, dan hubungan timbal balik yakni para remaja sebagai kaum muda hendaknya menaruh rasa hormat dengan kaum tua, adanya saling menghargai wejangan positif yang diberikan, serta menerima bimbingan dan arahan mereka, sebab mereka kaum tua lebih banyak dan berpengalaman dalam hidup.
Kelompok dan perkumpulan remaja salah satu dari sekian banyak hal yang perlu diperhatikan. Karena dalam perkumpulan-perkumpulan para remaja ini biasanya cenderung muncul hal-hal yang tak bermanfaat. Bergaul dengan kelompok atau perkumpulan yang menyimpang akan berpengaruh pada prilaku dan cara berfikir para remaja. Oleh karena itu cari dan perhatikan siapa teman kita dalam saat berkumpul bersama.
SOLUSI
Pada dasarnya tujuan diciptakannya para makhlus dibumi ini adalah untuk beribadah pada Allah1. Sehingga dengan itu Islam berusaha untuk mencetak pribadi-pribadi muslim yang bertaqwa, berilmu dan beramal dengan ilmu itu, serta menjalankan syariat dengan konsekwen2. Dengan melihat kondisi dan faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan yang menyangkut para remaja muslim zaman sekarang khususnya, maka solusi terbaik yang sangat penting dan menjadi dasar berpijak untuk diperhatikan dengan sangat serius yakni pembinaan agama dalam hal ini penanaman aqidah yang benar, agar para remaja dapat terselamatkan dari berbagi penyimpangan terutama penyimpangan nafsu yang cenderung merusak moral para remaja muslim.
Mungkin akan muncul lagi pertanyaan bagaimana sebenarnya menanamkan aqidah yang benar pada diri para remaja ?.
Beberapa hal yang mendasar yang perlu untuk diperhatikan adalah mendudukkan mereka (para remaja) pada majelis-majelis Ilmu yang mengajarkan tentang pengenalan akan Rabb mereka yakni Allah Ta’ala Seperti yang disinyalir oleh Nabi Shallallahualaihi wassalam saat mengutus Muadz ke Yaman beliau berkata padanya bahwa “Yang pertama kali kamu dakwahkan mereka kepadanya adalah Syahadat”3, pengenalan akan rasul mereka Muhammad Shallallahualaihi wassalam dan mengenal pula lebih dekat apa sebenarnya Islam itu sebenarnya.
Secara global tiga hal ini yang sangat perlu untuk diperhatikan dalam menanamkan pembinaan dalam diri para remaja. Dan untuk penjabarannya maka lagi-lagi peran orang tua sangatlah penting untuk dapat mengajak anak-anak mereka yakni para remaja yang masih dalam pencaharian jati diri itu untuk duduk di halaqah-halaqah ilmu dan majelis-majelis ilmu, karena bagaimana mungkin para remaja mereka bisa baik jika orang tua tidak mau tau terhadap pentingnya ilmu dan aqidah yang benar dalam dalam beriman dan berislam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jibrin Abdurrahman; (2003), SAMPAI KAPAN BERMAKSIAT. Pustaka Arafah, Solo.
Al-Utsaimin, Mhd. Shalih; (Tanpa Tahun), PROBLEMATIKA REMAJA DAN SOLUSINYA DALAM ISLAM. At-Tibyan, Solo.
Buletin Al-Minhaj, Edisi Empat tahun pertama hal.4. Yayasan Sunni Salafy Medan.
Fatah Rohadi Abdul, Drs, dkk, (1992), ILMU DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM. Rineka Cipta, Jakarta.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, (Tanpa Tahun), TAZKIAH AN-NAFS. At-Tibyan, Solo.
Mulyono, Y. Bambang; (1984), PENDEKATAN ANALISIS KENAKALAN REMAJA DAN PENANGGULANGANNYA. Kanisius, Jogya.
Pusat Bahasa Depdiknas. KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (KBBI) Edisi-3, Depdikbut Balai Pustaka.
Salaby Mas Rahim, Drs. (2002), MENGATASI KEGONCANGAN JIWA. Rosda, Bandung.
Zainu,Jamil.( 2003); PRIBADI DAN AKHLAK RASUL. Al-Qowam, Solo.
OPTIMALISASI PERAN SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN SEBAGAI UJUNG TOMBAK PEMBANGUNAN EKONOMI DI NEGERI SERAMBI MEKAH
Oleh :
AZRANI ERY SAPUTRA,S.Pi
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia, terdiri dari pulau- pulau besar yang diapit oleh dua benua yakni Asia dan Australia dengan jumlah kurang lebih 17.000 pulau (Gayo, 1997), dan garis pantai sepanjang 81.000 km sedangkan luas wilayah perairan sejak berlakunya Konvensi Hukum Laut Internasional (1996) adalah 5,8 juta km persegi (Sallatang dalam Feliatra, 1998). Kondisi ini merupakan gambaran bahwa negeri ini memiliki asset sumber daya laut yang berpotensi untuk mensejahterakan rakyatnya.
Tercatat 6,6 juta ton tercatat potensi lestari perikanan negara kita. Sedangkan yang dieksploitasi baru mencapai 2,6 juta ton (Dahril dalam Feliatra; 1998), Sehingga, terdapatlah tidak kurang dari 4 juta ton yang belum termanfaatkan. Dari sekelumit gambaran tersebut, maka pertanyaan mendasar adalah, mengapa sumber daya kelautan dan perikanan yang dieksploitasi belum juga mencapai setengah lebih sedikit dari total jumlah potensi lestari perikanan yang ada. Padahal negara ini sudah cukup dewasa dalam pembangunan, karena banyak para ahli yang berkompeten untuk menata pembangunan perikanan. Akan tetapi semua masih terkesan stagnan sehingga tergambar bahwa kekayaan alam khususnya aset perikanan dan kelautan dinegeri yang besar ini, ternyata masih belum termanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Berbicara tentang potensi perikanan dan kelautan Indonesia, salah satu wilayah yang tidak terpisahkan dari kegiatan perikanan dan kelautannya yang cukup besar yakni Nanggroe Aceh Darussalam,. Negeri ”Serambi Mekkah” ini merupakan salah satu Daerah Istimewa yang terletak di Pulau Sumatra. Secara administratif, provinsi ini memiliki 17 kabupaten dengan 4 kota dan Banda Aceh sebagai ibukota provinsi.
Aceh memiliki potensi besar di bidang pertanian, perkebunan dan juga merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi perikanan darat dan laut yang cukup besar serta handal untuk menjadikan potensi perikanannya sebagai salah satu ujung tombak peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Adapun luas perairan wilayah Aceh berkisar 295.370 km yang terdiri dari laut wilayah perairan teritorial dan perairan kepulauan sebesar 56.563 km dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238.807 km. Besarnya dan luasnya wilayah perairan Aceh ini merupakan gambaran bahwa potensi perikanan dan kelautan yang ada didalamnya dapat menjadi income positif bagi negeri ini dan rakyatnya. Sekelumit gambaran kecil data wilayah perairan tersebut dapat memberikan gambaran pada kita bahwa sebenarnya Aceh memiliki potensi dan kekayakan sumberdaya alam perikanan dan kelautan yang sangat besar untuk digunakan bagi pembangunan ekonomi dan kemakmuran.
Suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa dari sektor perikanan saja, tenaga kerja yang dapat diserap sekitar 257.300 jiwa (BIP Aceh, 2008 dalam lepmida.com). Perinciannya, dari sektor penangkapan, terserap nelayan tetap dan tidak tetap sebanyak 164.080 jiwa ; sektor budidaya sekitar 56.300 jiwa ; sektor pengolahan sebanyak 20.670 jiwa; dan sektor pemasaran hasil perikanan melalui penjual ikan mencapai 16.250 jiwa.
Arah Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Aceh
Peran serta pemerintah dalam membangun dan mengoptimalkan sumber daya perikanan dan kelautan di Nanggroe Aceh Darussalam cukup maksimal hal itu dapat kita lihat dari kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Aceh, maka Pemda Aceh melakukan kerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Aceh. Yakni membuat suatu kebijakan berupa pendirian Pusat Pertumbuhan Perikanan NAD. Maksudnya, telah ditentukan tempat-tempat pertumbuhan untuk berbagai subsektor di sektor perikanan dengan tujuan agar dapat memacu tingkat perkembangan perikanan di NAD. Selain itu, dia bertujuan untuk menarik wilayah-wilayah sekitar pusat pertumbuhan untuk bersama-sama memberikan kontribusi dalam meningkatkan jumlah produksi perikanan di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yakni dengan membuat pusat pertumbuhan perikanan tangkap di Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang dan sekitarnya, membuat pusat kegiatan Budidaya air tawar di Takengon, Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, membangun Budidaya air payau di Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Tamiang, budidaya laut di Pulau Simelue dan sekitarnya, Sinabang (BIP Aceh, 2008 dalam lepmida.com).
Tidak cukup dengan pendirian Pusat Pertumbuhan Perikanan, Pemda Aceh juga melakukan upaya eksplorasi sumberdaya kelautan dan perikanan melalui peningkatan kapasitas industri perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan, dan industri kelautan yang bertumpu pada Iptek. Dari sini kita dapat melihat sekelumit gambaran komitmen pemerintah untuk mengarahkan pembangunan negeri ini dari sektor perikanan dan kelautan, walaupun diperlukan lagi adanya keberlanjutan yang lebih efektif dari semua usaha yang telah dilakukan tersebut.
Tantangan dan Peluang Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Aceh
Dalam hal konteks pembangunan ekonomi Aceh berbasis perikanan dan kelautan maka untuk melakukan pembangunan sektor tersebut dapat kita perhatikan pada salah satu peluang besar yakni tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan di wilayah Aceh yang telah mencapai 37,60% atau 102.555 ton (tahun 2004), sedangkan tingkat maximum sustainable yield (MSY) plus total allowable catch (TAC) baru mencapai 272.707 ton (Dinas Perikanan NAD 2008). Jadi, masih ada peluang pengembangan/pemanfaatan perikanan tangkap di NAD sebesar 62,40%.
Adapun untuk sumberdaya non-ikan yang berada di perairan laut Aceh, terbukti banyak tersebar di hampir seluruh wilayah propinsi NAD. Sebagai bukti, udang lobster banyak dijumpai di Aceh Timur, Aceh Jaya, dan Aceh Selatan. Selain itu, Pelagis kecil banyak terdapat di area Pulau Banyak, perairan Aceh Barat, Bireuen, dan Aceh Barat, sedangkan ikan jenis demersal banyak terdapat di wilayah Aceh Barat, Pidie, dan Aceh Utara.
Adapun tantangan berat yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam hal ini adalah permasalahan peningkatan ekonomi dan masih lemahnya kemampuan sumberdaya manusia sebagai pelaku kegiatan perikanan dan kelautan yakni para nelayan dan petani ikan terutama diwilayah-wilayah pesisir Aceh Ditambah lagi dengan kondisi pasca Tsunami. Kondisi ini bagi sebagian masyarakat pesisir masih terpendam suasana trauma yang melekat sehingga hal itu dikhawatirkan berdampak pada kinerja dalam menghasilkan pendapatan ekonomi yang lebih baik. Selain itu adanya isu-isu kemiskinan masyarakat yang masih bersarang diwilayah pesisir yang notabenenya adalah para petani ikan dan nelayan laut. Merupakan tantangan yang perlu langkah-langkah strategis untuk dilakukan penanggulangan.
Uapaya Mengoptimalkan Sektor Perikanan Dan KelautanUntuk Pembangunan Ekonomi
Menghadapi kerja apapun, maka sangat diperlukan kesungguhan dan ketangguhan dalam mengaturannya, semua itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Peluang dan tantangan perlu diperhatikan sehingga mudah untuk mencari solusinya. Upaya pembangunan sarana dan prasarana sektor perikanan yang telah dilakukan oleh pemerintah perlu dijaga dan dioptimalkan penggunaannya oleh pemerintah. Mengoptimalkan nya perlu melibatkan para ahli perikanan hingga aset tersebut perlu berkelanjutan sehingga kedepan mampu memberikan input positif bagi masyarakat, pendapatan ekonomi daerah dan peningkatan ekonomi khususnya bagi masyarakat nelayan dan petani ikan.
Melakukan optimalisasi peran sektor perikanan dan kelautan sebagai ujung tombak pembangunan ekonomi di Nanggoroe Aceh Darussalam ini perlu dilakukan dengan lebih serius terutama dalam melakukan pembinaan sumberdaya manusia yakni para nelayan dan petani ikan sebagai ujung tombak sektor perikanan. Memperhatikan kondisi pendidikan anak-anak petani dan nelayan pesisir yang ada di wilayah Aceh merupakan tanggung jawab pemerintah yang ini kedepan akan sangat bermanfaat bagi peningkatan kemampuan sumberdaya manusia diwilayah pesisir Aceh.
Pemulihan akibat pasca Tsunami yang telah terjadi telah menoreh luka dan trauma tersendiri bagi sebagian masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pemberian motivasi berupa pelatihan agar mereka dapat bangkit dari trauma dan semua keterpurukan yang mereka alami sehingga keadaan mereka dapat pulih kembali .Upaya lain dapat dilakukan dengan membentuk sejumlah kelompok kerja serta memberikan pelatihan-pelatihan khusus dan arahan yang dapat membangkitkan semangat dan membuka pikiran mereka untuk dapat menciptakan lapangan kerja yang dapat menunjang perekonomian, sehingga isu-isu kemiskinan yang melanda dikalangan petani ikan dan nelayan laut dapat teratasi. Selain itu perlua adanya perhatian pemerintah kepada anak-anak petani dan nelayan, dengan memberikan beasiswa pendidikan bagi mereka. Dengan itu peningkatan kemampuan dan mutu sumberdaya manusia diwilayah pesisir ini kedepan dapat berdampak pada peningkatan etos kerja dan diharapkan dapat mampu meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat.
Peran Sektor Perikanan Dan Kelautan Di Aceh
Azrani Ery Saputra
Januari 27, 2011
RESPON BAKTERI GRAM NEGATIF PADA GINJAL TERNAK IKAN LELE DUMBO YANG DOMINAN DIBERI PAKAN USUS AYAM TERHADAP BEBERAPA ANTI BIOTIK
Diikutsertakan Dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah
Yang ditaja oleh :
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dan Bank Bumi Putera
Tahun 2005
Oleh : AZRANI ERY SAPUTRA
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha budidaya ikan akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang semakin pesat. Perkembangan ini memicu munculnya usaha-usaha semi intensif yang berpotensi dalam penyebar luasan hama dan penyakit ikan, hal ini merupakan kendala yang cukup besar dikarenakan minimnya pengetahuan petani tentang penanganan terhadap penyakit dan ketidak pedulian mereka terhadap keterkaitan faktor-faktor yang memicu munculnya penyakit tersebut. Seperti yang dikatakan oleh SACHLAN (1952) bahwa penyakit (ikan) yang timbul merupakan hasil interaksi yang sangat komplek antara ikan,lingkungan, organisme parasit.
Telah kita fahami bersama bahwa serangan wabah penyakit ikan dapat menyebabkan kematian masal yang sangat merugikan petani, sehingga produksi ikan menurun dan bisa jadi hal itu dapat menurunkan mutu ikan itu sendiri. Beberapa kasus yang terjadi akibat serangan wabah penyakit di Indonesia telah banyak merugikan para petani.
Sebagian besar pengelolaan kolam yang dilakukan oleh para petani ikan kurang memperhatikan faktor penunjang untuk keberhasilkaan usaha mereka. Terkadang, dengan padat tebar ikan yang cukup tinggi didalam kolam, penanganan pemberian makanan tidak diperhatikan sebaik mungkin sehingga muncullah permasalahan penyakit dari pakan yang tidak diolah dengan baik, apalagi pakan yang diberikan merupakan pakan tambahan seperti sisa-sisa makanan dan usus-usus hewan.
Kondisi ini kebetulan penulis alami langsung ketika melihat salah seorang petani ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) yang mengalami kematian ikannya ketika ketika memberikan pakan tambahan pada ikan tersebut dengan menggunakan usus ayam. Akibat serangan penyakit ini tidak semua kegiatan budidaya yang di lakukan masyarakat pada umumnya berhasil, malah sebagian besar mengalami kerugian yang cukup besar .
Untuk itu sangat diperlukan kerja keras para akademisi terutama para peneliti untuk melakukan pengujian dan percobaan dengan melakukan Identifikasi penyakit ikan yang merupakan salah satu syarat dalam program rencana pengontrolan dan teknik penyelidikan penyakit ikan yang disebabkan oleh parasit, lingkungan maupun oleh bakteri.
Hal utama dalam mengidentifikasi penyakit ikan adalah pengambilan sampel ikan sakit dari semua stok ikan baik yang berada dikolam maupun ditempat lain untuk melakukan pemeriksanaan terhadap parasit, bakteri serta penyakit yang menyerang ikan, sehingga keadaan itu bisa mengcover menyeluruh konsep analisa penyakit ikan yang ditawarkan dalam pengamatan ini.
1.2. Tujuan dan manfaat
1. Melihat jenis bakteri (patogen atau tidak) melalui pewarnaan gram.
2. Untuk melihat sensitifitas bakteri biakan yang berasal dari ginjal ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) terhadap beberapa antibiotik.
3. Diharapkan dapat memberikan informasi pada para petani ikan yang dominan menggunakan pakan tambahan berupa usus dalam menggunakan antibiotik untuk penanggulangan dan pengobatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
RAHARDJO (1994) mengatakan bahwa penyakit dapat diartikan sebagai suatu gangguan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi kimia atau fisiologi organ tubuh. Penyebabnya dapat dibedakan atas penyebab biologis dan penyebab non biologis. Penyakit yang disebabkan oleh faktor biologis disebut sebagai penyakit infeksi, baik disebabkan oleh virus, bakteri maupun parasit. Penyakit non biologis disebut sebagai penyakit non infeksi yang dapat disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan maupun kekurangan gizi.
TASLIHAN et al. (1991) menambahkan penyakit dapat didefinisikan sebagai proses yang menyebakan keadaan yang tidak normal atau tidak sehat yang biasanya ditandai ole gejala-gejala tertentu yang mempengaruhi organ tubuh.
YASSIN (1991) mengemukakan bahwa penyakit adalah akibat adanya interaksi antara beberapa faktor yaitu lingkungan, kondisi udang, dan patogen. Jadi penyakit timbul sebagai akibat kualitas lingkungan yang jelek dan ikan tidak mempu menyesuaikan diri lalu stress disusul terinfeksinya ikan oleh patogen.
Bakteri adalah organisme satu sel yang mempunyai daerah penyebaran relatif luas, sehingga hampir dapat dijumpai diseluruh tempat dimana saja. Bakteri mempunyai ukuran yang relatif lebih besar dari pada virus, yaitu antara 0,3-0,5 mikron (AFRIANTO dan LIVIAWATY, 1992). Dan mereka juga menambahkan bahwa bakteri patogen dapat ditumbuhkan dalam media buatan seperti agar darah atau trypticase soy dimana koloninya dapat dilihat dengan mata telanjang. Bakteri ada yang bergerak dan ada yang tidak bergerak. Dan selanjunya ia menerangkan bahwa berdasarkan reaksi sel bakteri terhadap pewarnaan warna gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri gram negatif (terlihat berwarna pink atau merah) dan bakteri gram positif (terlihat berwarna biru). Kebanyakan bakteri patogen ikan termasuk golongan gram negatif, seperti Aeromonas, pseudomonas, flexibacter dan vibrio.
selanjutnya menurut
Sifat ideal yang dimiliki oleh suatu antibiotik adalah mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme patogen spesifik (PELCZAR dan CHAN, 1988)
SOETOMO (1990) membagi penyakit atas dua golongan yaitu parasit yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, metazoa, cacing dan bangsa udang-udangan. Penyakit non parasit disebabkan oleh pengaruh lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologis yang tdak cocok bagi kehidupan ikan dan disebabkan juga oleh pengaruh makanan yang tidak baik.
LUKISTIYOWATI, (2000) Pewarnaan bakteri adalah suatu prosedur pemberian warna pada sel bakteri dengan cat bilogis. Didnding sel dan membran sitoplasma bakteri memliliki afinitas terhadap cat bilogis seperti methilen blue (mb), crystal violet atau cat lainnya. Hal ini tergantung pada tebal an tipisnya dinding sel, kandungan lemak dan sifat lainnya. Penggolongan bakteri dengan pewarnaan gram dapat dibedakan berdasarkan tamilan warna serl bakteri tersebut. Dimana bakteri dikatakan gram negatif apabila tampilan bakterinya bewarna merah dan bakteri bersifat garam positif apabila tampilan selnya bewarna ungu atau biru. Dengan pewarnaan bakteri ini maka kita bisa mengetahui bentuk sel bakteri tersebut.
Hasil pengamatan pengecatan dan marfologi sel sudah dapat digunakan sebagai alat diagnosis yang sangat berarti untuk bakteri tertentu karena adanya ciri khusus yakni adanya gram negatif dan gram positif. (LUKISTIYOWATI, 2005)
Uji clear zone dilakukan untuk mengetahui efektifitas suatu obat (anti biotik) untuk membunuh bakteri dengan melihat adanya zona hambatan pada biakan bakteri (LUKISTYOWATI, et.al. 2005)
III. BAHAN DAN METODE
2.1. Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai 19-24 September dilanjutkan 10-13 Oktober 2005, bertempat di Laboratorium Penyakit dan Parasit Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru.
2.2. Alat dan Bahan
2.2.1. Ikan Sampel dan Media Tumbuh Agar
Ikan sampel yang digunakan sebanyak 6 ekor dan dari dari keenam ekor ekor ikan tersebut diambil 1 ekor untuk dibedah guna mendapatkan bakteri biakan pada ginjalnya. Ikan sampel diperolah dari kolam didaerah Labuh Baru Pekanbaru Riau.
Untuk media tumbuh bakteri yang digunakan dalam percobaan ini yaitu TSA (Tripticase Soya Agar) dan TSB (Tripticase Soya Bruth).
2.2.2. Isolasi Bakteri
Adapun alat yang digunakan adalah Lampu bunsen, Cawan petri yang sudah terisi media TSA, Alkohol, Label, Jarum Ose, dan ikan sampel untuk diambil bakterinya yaitu ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).
2.2.3. Pewarnaan Gram
Adapun alat yang digunakan adalah objek glass, Lampu spritus, Mikroskop sedangkan bahan yang digunakan adalah Cat pewarna gram yakni Kristal Violet, Iodium,Lughol, Alkohol,Safranin, Minyak emersi dan mikroskop.
2.2.4. Uji Clear Zone
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cawan Petri yang berisi media padat (steril) yakni TSA, Lampu Bunsen dan Jarum Ose sedangkan bahannya adalah biakan Bakteri yang telah disimpan pada media TSB miring, serta berbagai jenis anti biotik seperti Cloramenicol,Clindamycin, Cepadrocsil, Tetracyclin, Erytromycin,Amoxilin, Lyncomycin, Rifampisin dan Tiamphenicol. Masing-masing dengan dosis 250 mg dalam 1 ml aquades.
2.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung yakni dengan melakukan uji clear zone dengan memberikan antibiotik pada bakteri dalam media biakan dan mengamati hasilnya.
2.4. Prosedur Kerja
2.4.1. Pengamatan Gejala Penyakit Ikan
Sampel ikan yang berasal dari kolam pembesaran yang dominan diberi dengan pakan usus ayam yang diduga telah sakit kemudian dilumpuhkan terlebih dahulu lalu diperiksa dengan mengamati gejala klinis eksternal seperti gerak ikan, kulit, sirip, kemudian gejala klinis internal yakni ginjal dengan cara membedah ikan tersebut.
2.4.2. Isolasi Bakteri
Siapkan lampu spritus, jarum Ose, medium padat (TSA) dan alkohol, inkubasi secara aseptik dengan menggoreskan jarum ose yang steril pada luka, kemudian goreskan pada medium agar dalam petri disk, usaplah sel selaput ginjal dengan kapas yang telah dibasahi alcohol kemudian dengan jarum ose, inokulasi pada medium. Lalu inkubasi dengan suhu kamar selama kurang lebih 13 – 24 jam lalu amati pertumbuhan koloni.
Pengamatan internal dengan mengamati bagian organ dalam tubuh ikan setelah ikan dibedah yakni organ ginjal. Kemudian ambil jarum ose lalu sterilkan dan goreskan pada bagian organ ginjal dan digoreskan pula ke media agar dan di inokulalasikan dalam inkubator dengan suhu 28 – 300 C selama kurang lebih 18 – 24 jam.
2.4.3. Pengamatan Gram Bakteri
Tempatkan satu jarum ose pada bakteri diatas gelas objek yang bersih. buatlah suspensi dengan mencampurkan setetes air suling steril dengan sebagian koloni bakteri yang telah dioles pada objek glass, dan sebarkan sehingga menjadi sedian yang tipis. Biarkan sediaan kering udara. Fiksasi sedian tersebut dengan melintaskan sedikit diatas nyala api hingga sediaan melekat pada objek glass dan tidak lepas bila dicuci. Sediaan sudah siap untuk diwarnai.
Teknik pewarnaan bakteri yakni genangi preparat dengan larutan karbol gentian dengan violet (Kristal Violet) selama 1-2 menit lalu cat dibuang yakni membersihkannya dengan air kemudian teteskan dengan larutan iodine selama 1-2 menit lalu cat dibuang yakni membersihkannya dengan air lalu teteskan dengan Lughol selama 1-2 menit lalu cat dibuang yakni membersihkannya dengan air kembali kemudian teteskan dengan dengan alkohol selama 1 menit sambil digoyang. Cuci sediaan dengan air, genangi sedian dengan safranin selama 1menit, cuci dengan air dan kering udarakan, periksa dibawah mikroskop dengan minyak emersi.
2.4.4. Uji Clear zone
Biakan bakteri yang berasal dari ginjal ikan digoreskan secara zig zag pada cawan petri dengan posisi rapat pada media agar untuk mendapatkan biakan bakteri, antibiotik diencerkan dengan air aquades sebanyak 250 mg dalam 1 ml air. Untuk kertas saring dapat digunting bulat – bulat dengan diameter kurang lebih 0,5 mm kemudian celupkan kedalam larutan antibiotik yang telah diencerkan, secara aseptik tanamkan kertas tersebut pada cawan petri yang berisi bakteri, inkubasi pada inkubator selama 18 – 24 jam. Amati apabila ada zona hambatan maka bakteri tersebut sensitif terhadaop obat antibiotik.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengamatan Gejala Penyakit Ikan
Ikan yang menjadi objek pengamatan pada penelitian ini adalah ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Setelah diamati, ikan ini menunjukkan gejala klinis sebagai berikut; gerakan ikan lambat, terdapat luka pada sirip ikan (sirip punggung, ekor) dan luka dibeberapa bagian tubuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa ikan ini secara marfologi diduga terinfeksi parasit.
4.2.2. Isolasi Bakteri
Isolasi bakteri bertujuan untuk mengasingkan bakteri pada jaringan tubuh ikan. Pada isolasi bakteri ini untuk sampel adalah ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) dimana organ yang digunakan untuk strike bakteri adalah bagian ginjal yang diambil lendirnya yang kemudian dioleskan pada media TSA (Triptic soya Agar) secara zigzag dengan menggunakan jarum ose. Setelah dilakukan isolasi bakteri dan diinkubasi selama kurang lebih 24 jam dalam suhu kamar. Bakteri tersebut juga nantinya dapat disimpan pada TSB miring dan dapat bertahan kurang lebih sekitar 4 bulan.
3.1.2. Pengamatan Gram Bakteri
Pewarnaan bakteri adalah suatau prosedur pemberian warna pada sel bakteri dengan cat bilogis. Seperti yang dikatakan oleh LUKISTYOWATI, 2000 bahwa pengamatan gram dilakukan untuk mengetahui reaksi dinding sel bakteri terhadap pengawetan gram yang dilakukan pewarnaan. Dinding sel dan membran sitoplasma bakteri memliliki afinitas terhadap cat bilogis seperti methilen blue (mb), crystal violet atau cat lainnya. Hal ini tergantung pada tebal dan tipisnya dinding sel, kandungan lemak dan sifat lainnya.
Penggolongan bakteri dengan pewarnaan gram dapat dibedakan berdasarkan tampilan warna sel bakteri tersebut. Dimana bakteri dikatakan gram negatif apabila tampilan bakterinya bewarna merah dan bakteri bersifat gram positif apabila tampilan selnya bewarna ungu atau biru. Dengan pewarnaan bakteri ini maka kita bisa mengetahui bentuk sel bakteri tersebut.
Setelah dilakukan pengerjaan dengan prosedur pengamatan gram bakteri ini maka didapatkan hasil berupa olesan berwarna pink dan disimpulkan bahwa bakteri pada pengamatan ginjal ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) ini merupakan gram negatif.
Tabel 1: Bentuk Bakteri dan Hasil Pewarnaan gram dari masing-masing Organ ikan Lele Dumbo yang diperiksa
NO
|
NAMA ORGAN
|
BENTUK
|
WARNA
|
1
|
Luka Besar
|
Cocus
|
Pink
|
2
|
Ginjal Besar
|
Bentuk Tidak jelas
|
Pink
|
3
|
Luka Kecil
|
Spiral
|
Pink
|
4
|
Ginjal Kecil
|
Bentuk Tidak jelas
|
Pink
|
Hal ini seperti yang dikatakan oleh AFRIANTO dan LIVIAWATY, (1992) bahwa berdasarkan reaksi sel bakteri terhadap pewarnaan gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri gram negatif (terlihat berwarna pink atau merah) dan bakteri gram positif (terlihat berwarna biru).
3.1.3. Uji Clear Zone
Uji Clear Zone adalah untuk mengetahui efektifitas suatu obat untuk membunuh bakteri dengan cara melihat daerah (zona) hambatan yang dihasilkan oleh anti biotik. Anti biotik merupakan suatu zat yang dihasilkan organisme dalam jumlah kecil yang dapat membunuh organisme lain seperti mikroba sesuai yang diperkenalkan, dimana Sifat ideal yang dimiliki oleh suatu antibiotik adalah mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme patogen spesifik (PELCZAR dan CHAN, 1958).
Pada pengujian clear zone ini jenis antibiotik yang digunakan adalah Cloramfenicol, Clindamycin, Cepadrocsil, Tetracyclin, Erytromycin, Amoxilin, Lyncomycin, Rifampisin dan Tiamphenicol. Masing-masing dengan dosis 250 mg dalam 1 ml aquades. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Cloramfenicol
Setelah dilakukan uji clear zone maka didapatlah hasil pengukuran yakni zona hambatan yang terbentuk dengan jarak yang terpanjang yakni 2 cm dan jarak terpendek yakni 1,8 cm .
Maka setelah dihitung dan diukur zona hambatan maka didapat:
2 + 1,8 = 3,8 = 1,9 cm
2 2
2. Clindamycin
Untuk pengujian antibiotik berikutnya yakni Clindamycin didapatlah hasil pengukuran yakni zona hambatan yang terbentuk dengan jarak yang terpanjang 2cm dan jarak terpendek yakni 1,5 cm .
Maka setelah dihitung dan diukur zona hambatan yang dihasilkan yakni:
2 + 1,5 = 3,5 = 1,75 cm
2 2
3. Cepadrocsil
Pada pengujian antibiotik Cepadrocsil tidak terlihat adanya zona hambatan yang terjadi.
4. Tetracyclin
Sedangkan pada antibiotik Tetracyclin zona hambatan yang terbentuk dengan jarak yang terpanjang yakni 0,4 cm dan jarak terpendek yakni 0,2 cm .
Sehingga zona hambatan yang dihasilkan adalah:
0,4 + 0,2 = 0,6 = 0,3 cm
2 2
5. Erytromycin
Pada Erytromycin zona terpanjang yakni 1,5 cm dan yang terpendek 1 cm .
Zona hambatan yang dihasilkan adalah:
1,5 + 1 = 2,5 = 1,25 cm
2 2
6. Amoxilin
Pada antibiotik Amoxilin zona terpanjang yang dihasilkan adalah 1 cm dan yang terpendek yakni 0,7 cm .
Maka zona hambatan yang dihasilkan yakni :
1 + 0,7 = 1,7 = 0,85 cm
2 2
7. Lyncomycin
Sedangkan pada antibiotik Tetracyclin zona hambatan yang terbentuk dengan jarak yang terpanjang yakni 2 cm dan jarak terpendek yakni 1,5 cm .
Sehingga zona hambatan yang dihasilkan adalah:
2 + 1,5 = 3,5 = 1,75 cm
2 2
8. Rifampisin
Untuk antibiotik Rifampisin zona hambatan yang terbentuk dengan jarak yang terpanjang yakni 1,8 cm dan jarak terpendek yakni 1 cm .
Sehingga zona hambatan yang dihasilkan adalah:
1 + 1,8 = 2,8 = 1,4 cm
2 2
9. Tiamphenicol
Dan yang terakhir yakni antibiotik Tiamphenicol zona hambatan yang terbentuk dengan jarak yang terpanjang yakni 2 cm dan jarak terpendek yakni 1,5 cm .
Sehingga zona hambatan yang dihasilkan adalah:
2 + 1,5 = 3,5 = 1,75 cm
2 2
Tabel 2: Urutan Zona Hambatan antibiotik terhadap bakteri
NO
|
ANTIBIOTIK
|
BENTUKAN ZONA HAMBATAN
|
TOTAL ZONA HAMBATAN
(Cm)
| |
ZONA TERPANJANG
(Cm)
|
ZONA TERPENDEK
(Cm)
| |||
1
|
Cloramfenicol
|
2
|
1,8
|
1,9
|
2
|
Clindamycin
|
2
|
1,5
|
1,7
|
3
|
Amoxilin
|
2
|
1,5
|
1,7
|
4
|
Tiamphenicol
|
2
|
1,5
|
1,7
|
5
|
Rifampisin
|
1
|
1,8
|
1,4
|
6
|
Erytromycin
|
1,5
|
1
|
1,2
|
7
|
Lyncomycin
|
1
|
0,7
|
0,8
|
8
|
Tetracyclin
|
0,4
|
0,2
|
0,3
|
9
|
Cepadrocsil
|
-
|
-
|
-
|
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian sederhana ini dapat disimpulkan bahwa dari beberapa anti biotik yang dilakukan uji clear zone, maka anti biotik Cloramfenicol terlihat memiliki daya hambat yang lebih besar terhadap pertumbuhan bakteri gram negatif dari pada antibiotik lain.
Sehingga dari sini dapat sedikit tergambar bahwa bakteri gram negatif pada ginjal ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dominan diberi pakan usus ayam lebih sensistifitas terhadap antibiotik Cloramfenicol.
5.2. Saran
Penelitian sederhana ini sifatnya hanya melihat sensitifitas bakteri terhadap beberapa antibiotik dalam skala labor. Oleh karena itu penulis menyarankan agar perlu adanya penelitian lagi untuk melihat pula tingkat kematian ikan dengan melakukan uji LD50 sehingga dapat diketahui seberapa besar dosis yang diperlukan guna mengobati ikan yang sakit akibat serangan bakteri gram negatif tersebut.
Dikarenakan terbatasnya dana, maka akan lebih baik jika penelitian berikutnya dapat dilakukan kelanjutan untuk identifikasi spesifikasi jenis bakteri apa yang menyerang ginjal ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dominan diberi pakan tambahan berupa usus ayam ini.
DAFTAR PUSTAKA
AFRIANTO dan LIVIAWATI, E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Jakarta. 89 hal.
LUKISTIOWATI, I., 2000. Petunjuk Umum Cara Isolasi dan Identifikasi Bakteri Patogen Pada Ikan Air Tawar. Diktat. Bahan Bacaan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 53 hal (tidak diditerbitkan).
LUKISTIOWATI, I., 2005. Teknik Pemeriksaan Penyakti Ikan. Unri press. Pekanbaru. 38 hal.
LUKISTIOWATI, I.,et.al. 2005. Diktat dan Penuntun Praktikum Bahan Bacaan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 22 hal (tidak diditerbitkan).
PELCZAR, M. Z. and R. D. REID. 1958. Microbiologi. Mc Graw Hill Book Co, inc, New York. 6125 p.
RAHARJO, 1994. Budidaya Ikan Jaring Terapung. Penebar Swadaya Jakarta.
SACHLAN, M. 1952. Notes on Parasites of Fish Water in Indonesia. Cont. Ind. Fish. Res. Stat. 2:1-60.
SOETOMO, M. 1990. Budidaya Udang Windu, Sinar Biru, Bandung. 148 hal.
TASLIHAN, A. 1995. langkah pengelolaan udang di tambak. Balai budidaya air payau jepara. 101 hal (tidak diterbitkan).
YASSIN, M. C. 1991. Penyakit Udang Dan Pengendaliannya Dalam Treining Pegawai Tambak Udang PT. Charen Pokhpand Indonesia, Stabat Sumut, 17. Hal. (tidak diterbitkan).
Respon Bakteri Gram Negatif
Azrani Ery Saputra
Januari 27, 2011