Strategi Pengelolaan Pasir Tambang
- Januari 15, 2011
- by
OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DALAM MELAKUKAN STRATEGI PENGELOLAAN PASIR TAMBANG UNTUK MEREDAM RESIKO PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT
Diikut sertakan dalam lomba Karya Tulis Nasional yang diselenggarakan
oleh JATAM (Jaringan Tambang) Jakarta Th. 2006
Dengan Tema:
“ PERTAMBANGAN DAN PEREDAM RESIKO BENCANA
SERTA KEBERLANJUTAN KEHIDUPAN “
AZRANI ERY SAPUTRA
Hampir tidak ada wilayah dimuka bumi ini yang tidak memiliki sumber daya alam. Termasuk negara termiskin sekalipun. Sumber daya alam tersebut tidak lain berguna demi kepentingan hidup manusia untuk dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Sumber daya alam itu sendiri memiliki bentuk yang beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya, dimana perbedaan tersebut mengisyaratkan perlu adanya interaksi yang selaras antara manusia dan lingkungan tempat sumber daya alam tersebut berada.
Sumber daya alam dengan penyebarannya yang tidak merata, idealnya dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungin untuk kepentingan bersama. Akan tetapi pola pemanfaatan tersebut sejauh ini nampaknya lebih mengarah pada eksploitasi besar-besaran yang berdampak pada kerusakan dan hanya bersifat pengurasan habis-habisan. Hal ini kelihatan dari banyaknya permasalahan yang timbul dengan rusaknya ekosistem, sehingga hal tersebut berimbas lagi dengan sulitnya perekonomian yang melanda masyarakat yang berada dekat dengan basis pengelolaan sumber daya alam yang ada.
Secara global sumber daya alam terdiri dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Dan kini semuanya telah mengalami degradasi. Dimana degradasi ini muncul sebagai akibat interasksi yang keliru antara manusia terhadap alam sekitarnya, sehingga fungsi ekologis lingungan terabaikan.
Bencana alam dan pencemaran yang menimbulkan berbagai permasalahan sosial masyarakat, kini terjadi dimana-mana dan sangat mengejutkan lagi ketika fakta tidak dapat lagi menyadarkan manusia bahwa bencana yang terjadi merupakan dampak kekeliruan kita dalam mengelola sumber daya alam. Hal ini sebenarnya sudah dijelaskan pula oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al-Quran Surat Ar-Ruum (30) ayat 41 yang menyebutkan bahwa “Telah tampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (kejalan yang benar)”.
Bicara tentang sumber daya alam, Pertambangan merupakan salah satu industri yang cukup besar menyerap tenaga kerja, padahal hasil tambang tersebut adalah modal warisan bagi manusia, sehingga manusia harus memanfaatkan modal warisannya dengan sangat hati-hati dan ini dilaukan semata-mata demi upaya peningkatan pendapatan. Bila pelaksanaannya harus melakukan alih fungsi dan perusakan kawasan perkebunan, pertanian, kehutanan serta perikanan maka akan memberikan kontribusi besar bagi penurunan ketahanan pangan masyarakat. Yang merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi Rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau ( UU No. 67/1996). Bila hal ini terjadi maka dikahwatirkan akan muncul Gangguan Keamanan, penurunan daya beli masyarakat sehingga hal itu akan berimbas pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang akan terjadi penurunan.
Persoalan kerusakan lingkungan hidup, ekosistem, sarana umum, dan peminggiran hak-hak masyarakat lokal secara lebih luas, serta munculnya sengketa merupakan akibat lanjutan dari perangkat kebijakan pertambangan yang berbasis Hak Milik Negara (HMN), memihak pemilik modal, berorientasi pada pendapatan asli daerah. Akibat yang paling parah dialami oleh masyarakat lokal di mana proyek usaha tambang beroperasi. Bukan hanya lingkungan yang rusak akibat pencemaran limbah, mata pencaharian masyarakat pun ikut dihilangkan, karena tanah, tempat mereka berkebun, bermukim, mencari ikan dan melakukan kegiatan sehari-hari, kini mulai hilang secara sengaja.
Salah satu hasil galian yang kini hangat dibicarakan adalah pasir tambang dimana sumber daya alam yang satu ini merupakan potensi nasional yang harus dikelola secara bijaksana dan professional, sehingga dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran masyarakat, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Jika diperhatikan dengan seksama, penambangan pasir laut sebenarnya merupakan awal dari malapetaka panjang terkhusus bagi nelayan tradisional yang sekaligus berperan sebagai masyarakat tempatan yang tinggal disekitar pesisir pantai. Bagaimana tidak, bila aktivitas yang terjadi selama ini telah memberikan begitu banyak dampak negatif terhadap nilai-nilai sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan masyarakat setempat. Propinsi Riau misalnya Hampir 84% komoditi yang diekspor adalah pasir laut. Dua persen lainnya pasir darat dan sisanya komoditi lain. Saat ini, hampir seluruh wilayah perairan empat kabupaten di Propinsi Riau mengantongi izin eksploitasi. Sementara itu perusahaan lainnya sudah memiliki izin eksplorasi.
Kenyataan ini bukanlah tanpa alasan. Berbagai bukti yang ada selama ini telah menjelaskan bahwa penambangan pasir memang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Triliunan rupiah dihasilkan dari kegiatan ini. Terlepas dari maraknya aksi pencurian yang terjadi akibat sulitnya menentukan batas konsesi, penambangan pasir laut telah menjadi primadona bagi Pendapatan Asli Daerah setempat. Akan tetapi juga memberikan kontribusi limbah dalam bentuk sedimentasi berupa lumpur dari pencucian pasir tailing.
Pada dasarnya usaha penambangan pasir ini adalah upaya untuk memenuhi proyek reklamasi yang dilakukan oleh Singapura, yang dialokasikan untuk menimbun kawasan industri, wisata, lahan pertanian, dan pusat penelitian perikanan. Proyek tersebut tersebar di Pasir Panjang, Phase 2, Changi Bay, Western Islands, North Eastern Islands, Tuas Reclamation, Punggol Reclamation, dan Sentosa Islands, dengan kebutuhan yang bervariasi, dari mulai 10 juta m3 (Sentosa Island) sampai 900 juta meter kubik (Westerns Islands). “Delapan puluh kilometer persegi lautan singapura telah menjadi daratan. Ribuan meter kubik pasir laut dikeruk setiap hari. Satu koma tiga triliyun rupiah dirugikan pertahun.20% - 50 % pendapatan nelayan menyusut. Jeritan nelayan ini akan kian melengking karena negara yang gemar menukar limbah dengan pasir yang dicuci bersih ini memerlukan 1,8 milyar meter kubik pasir untuk memakmurkan negerinya (Firdaus LN; 2002)”. Total kebutuhan untuk seluruh proyek tersebut, diperkirakan mencapai 1,8 miliar m3 dan diperkirakan keseluruhan proyek tersebut akan selesai pada tahun 2010.
Inilah kenyataan yang ada, dimana aktivitas penambangan pasir yang memproduksi limbah ini sebenarnya dapat mendatangkan konflik baik antar pengguna, antar daerah dan semuanya akan berpotensi menjadi pemicu disintegrasi bangsa. Dengan adanya sumber daya pasir tambang yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan ini, perlu adanya “aksi dari fihak pemerintah” untuk mebuat strategi konservasi yang tepat khususnya dalam pengelolaan limbah penambangan yang sangat merugikan masyarakat pesisir yang berdomisili disekitar daerah penambangan pasir tersebut.
II. KONSEP PENGELOLAAN PENAMBANGAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
3.1. RUANG LINGKUP PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Pengelolaan lingkungan memiliki ruang lingkup yang cukup luas dan dan cara yang beraneka ragam pula.
1. Pengelolaan lingkungan secara rutin
2. perancanaan dini dalam melakukan pengelolaan lingkungan suatu daerah dan hal ini menjadi dasar serta tuntutan bagi perencanaan dan pengelolaan dalam lingkungan
3. perancanaan pengelolaan lingkungan diperhitungkan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi seperti halnya pencemaran perairan akibat aktifitas penambangan yang keterlaluan.
4. perencanan pengelolaan lingkungan untuk memperbaki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia.
3.2. PENGELOLAAN PENAMBANGAN YANG ADAFTIF
Dalam melakukan usaha dan kegiatan penambangan, maka banyak sekali gangguan ekosistem yang nantinya akan berdampak pada ketidak stabilan lingkungan, diantara gangguan itu banyak yang tidak dapat diramalkan kapan dan dimana hal itu akan terjadi, berapa besar dan berapa lama hal itu akan tetap terus bertahan, walaupun ada sebagian tanggapan terhadap gangguan ekosistem dapat diramalkan. Akan tetapi tanggapan yang berbeda itu belum dketahui dengan pasti sebabnya. Karena itu hidup memang mesti dihadapi dengan ketidak pastian karena selalu terjadi hal-hal yang dluar dugaan dan perhitungan.
Dalam pengelolaan lingkungan terkadang kita mesti akan dihadapkan pada kondisi dimana kita berbuat salah dimana hal itu akan dipastikan akan adanya tindakan bagi pengelolaan lingkungan yang tidak sesuai dengan kaidah pengelolaan.
Dari kesemua gangguan itu kita dapat belajar untuk itu, gangguan mesti kita ubah menjadi bentuk informasi. Informasi yang kita dapatkan lalu digunakan untuk mengoreksi pengelolaan lingkungan penambangan khususnya, agar lebih sesuai dengan kondisi yang ada. Pengelolaan lingkungan dalam hal ini lingkungan penambangan yang dapat menyesuaikan diri dengan terhadap kondisi yang berubah ubah itulah yang disebut pengelolaan ang bersifat adaptif. Dimana pengelolaan lingkungan yang bersifat adaptif ini akan dapat memperbesar kelangsungan hidup sistem yang kita kelola. Sehingga pembangun lingkungan dapat terus berkelanjutan.
III. STRATEGI PENGELOLAAN PASIR TAMBANG SECARA TERPADU
2.1. Pemerintah Dan Upaya Pengelolaan Pasir Tambang
Pada dasarnya, pengelolaan pasir tambang dalam konteks dan keterkaitanya dengan kondisi lingkungan hidup, maka hal ini secara umum merupakan tanggung jawab pemerintah seperti yang tersurat pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang menyebutkan bahwa “Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu dalam melakukan pengelolaan dalam bentuk penambangan perlu dilakukannya koordinasi yang terpadu, tepat dan terarah.
a. Koordinasi Antar Institusi Pemerintah Daerah
Koordinasi antara institus pemerintah daerah merupakan hal penting dalam pelaksanaan pengelolaan pasir tambang. Hal ini karena sumber pencemaran yang disebabkan dari aktivitas penambangan tersebut juga melibatkan berbagai sektor dan institusi. Upaya untuk melakukan koordinasi sangat penting untuk menyatukan pandangan dan program tindakan pada masing-masing institusi dalam pengurusan penambangan pasir ini yang melibatkan sector bawah kuasa dan pengawasan institusi tersebut.
Pengelolaan tambang pasir sebagai sumber daya alam memerlukan suatu sistem yang terpadu yang melibatkan institusi terkait seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perikanan, Dinas Perindustrian dan Dinas Pertambangan itu sendiri. Selain itu diperlukan juga dukungan kepedulian dan keterlibatan pihak perguruan tinggi, pihak swasta LSM dan masyarakat setempat untuk mewujudkan pengelolaan pertambangan yang berwawasan lingkungan.
Pada hakikatnya tugas menjaga dan memelihara lingkungan adalah tanggug jawab bersama diantara pemerintah dan masyarakat, dan langkah awal pelaksanaanya haruslah dimulai oleh pemerintah sebagai fihak yang memiliki kuasa penuh dalam membuat keputusan, kebijakan undang-undang dan peraturan serta tindakan penegakan hokum. Tindakan tegas dan keseriusan pemerintah dalam melaksanakan peraturan terhadap pelaku pencemaran akan meningkatkan kesadaran kepercayaan dan kerjasama yang baik dari masyarakat.
b. Penegakan Hukum
Penegakan hukum dan peraturan yang telah ada ditingkat pusat maupun didaerah mestilah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah melalui instansi terkait untuk menjamin fihak industri dan masyarakat mematuhi undang-undang dan peraturan yang telah dtetapkan. Penegakan hukum yang lemah akan memberikan kesempatan kepada pihak yang terlibat untuk tidak melaksanakan tindakan pematuhan.
Penegakan hukum merupakan salah satu bentuk tindakan yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah atau institusi lain untuk mencapai tingkat kepatuhan dalam sebuah komunitas untuk memperbaiki dan untuk mencegah suatu keadaan yang bisa membahayakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Penegakan hukum merangkum beberapa hal yang dalam hal ini sangat perlu untuk diperhatikan seperti pemeriksaan, perundingan dan tindakan hukum untuk memastikan agar tindakan pematuhan dilaksanakan oleh suatu komunitas.
c. Pembatasan Zona Wilayah Penambangan
Satu hal yang cukup penting dalam pengelolaan tambang pasir yakni melakukan pembatasan zona penambangan terutama wilayah-wilayah perairan laut yang khusus dibuat sebagai wilayah observasi atau wilayah perairan yang dikhususkan untuk pariwisata, zona penangkapan ikan dan lain sebagainya.
Pembatasan zona penambangan ini sangat perlu dilakukan dalam menentukan kesesuaian kawasan untuk suatu kegiatan demi mencegah aktifitas penambangan yang mencemari kawasan-kawasan yang diperuntukkan terkhusus bagi masyarakat untuk menyambung penghidupan mereka, sehinga hal ini perlu dilakukan secara sistematis dan ilmiah.
Penambangan pasir baik didaratan maupun dilautan yang telah berpotensi mencemari lingkungan (baik lingkungan daratan maupun perairan laut) dan tidak memenuhi persyaratan perlu dilakukan relokasi kekawasan baru dan jika memungkinkan dapat dilakukan penutupan aktifitas untuk penambangan tersebut.
d. Pendidikan
Kesadaran mengenai lingkungan perlu ditanamkan sejak dini dalam diri seseorang , hal ini dapat dilakukan melali pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan lingkungan merupakan program jangka panjang yang memerlukan masa yang lama sebelum hasilnya dapat terlihat.
Menurut UNESCO secara umum ada tida kelompok sasaran untuk pendidikan lingkungan yakni:
1. Masyarakat umum dimana kondisi ini mencakup danmelibatkan setiap tingkatan usia dan mesti dijalankan secara formal dan non formal.
2. kelompok pekerja dan kelompok sosial tertentu yang mengacu pada golongan yang kegiatannya mempengaruhi lingkungan secara langsung. Seperti teknisi, arsitek, perancang, pembuatan kebijakan, petani dan lain sebagainya.
3. Kelompok profesional dan saintis tertentu. Ini merujuk pada kelompok yang bekerja menyelesaikan masalah-masalah khusus mengenai lingkungan. Misalnya ahli biologi, ahli ekologi, ahli toksikologi, ahli limnologi, ahli pengkajian cuca, ahli ilmu tanah dan lain sebagainya.
Di Indonesia pendidikan formal tingkat SD, SLTP, dan SLTA tidak memberikan ruang yang luas untuk pendidikan bagi mata pelajaran mengenai lingkungan dan permasalahannya. Pendidikan mengenai lingkungan tidak diajarkan sebagai mata pelajaran khusus akan tetapi hanya terdapat didalam mata pelajaran lain yang tidak membahas secara khusus mengenai persoalan lingkungan baik daratan maupun lautan.
Oleh karena itu pemerintah perlu memasukkan mata pelajaran khusus mengenai lingkungan dalam kurikulum pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Atas (SLTA). Selama ini untuk mendapatkan pengetahuan mengenai lingkungan secaara alamiah seseorang harus mendapatkanya lingkungan perguruan tinggi tertentu yang menyediakan dan menyajikan mata kuliah tersebut.oleh karena itu peran pemerintah daerah dan pemerintah pusat, pihak sekolah dan perguruan tinggi untuk menggalakkan keterlibatan generasi muda untuk belajar dalam bidang lingkungan. Hal ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya generasi muda terhadap persoalan lingkungan yang ada disekitarnya.
Adapun untuk pendidikan Non Formal perlu melibatkan pemerintah melalui institusi yang terkait seperti Bappedal, organisasi diperguruan tingi (seperti Mahasiswa Pencinta Alam/ MAPALA), LSM maupun media masa (cetak dan elektronik) agar memainkan peran ini sekaligus sebagai kegiatan dan aksi sosial pada masyarakat.
Kuantitas kegiatan yang dilakukan oleh berbagai fihak dalam pendidikan lingkungan secara non formal akhir-akhir ini semakin mencuat namun kualitasnya perlu ditingkatkan lagi untuk menggugah kepedulian dan kesadaran orang ramai terhadap persoalan lingkungan.
2.2. Adanya Program Laut Bersih
Pencemaran merupakan salah satu sumber kebinasaan terkhusus untuk pencemaran diperairan laut. Secara umum pencemaran didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana apabila pembebasan akan bahan-bahan buangan (kontaminan) sampai pada suatu tingkat atau keadaan tertentu yang dapat membahayakan fungsi air (perairan) tersebut (Ryadi; 1984).
Sementara WHO mendefinisikan perairan yang tercemar sebagai air yang mengalami perubahan sifat dan kandungan baik secara langsung maupun tidak langsung akibat kegiatan manusia sehingga air tersebut tidak sesuai lagi untuk tujuan yang lain.
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No.20 taun 1990 dikatakan bahwa pencemaran air (perairan) adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, makhluk hidup dan atau komponen lain kedalam air (perairan) oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun hingga kekadar tertentu yang menyebabkan air tidak sesuai lagi dengan peruntukannya.
Dengan adanya aktivitas penambangan pasir yang berakibat pada munculnya kekeruhan apalagi terjadi pula dalam tingkat kekeruhan dan sedimentasi yang tinggi dilingkungan perairan laut dimana hal ini dilakukan tanpa memperhatikan kaedah penambangan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, inilah yang sebenarnya mendasari bahwa pemerintah perlu menggalakkan progran laut bersih, sebagai salah satu upaya meredam pencemaran laut yang terkhusus disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir ini.
Oleh karena itu dalam pelaksanaanya program ini perlu dititik beratkan pada beberapa faktor dengan harapan dapat dicapainya sebuah keberhasilan. Beberapa faktor tersebut ialah:
1. Perlu adanya kesungguhan pemerintah yang ini dimulai dari pemerintah pusat dan khususnya pemerintah daerah.
2. Perlu kejelasan pemerintah dalam memberikan tindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh semua fihak yang telah merugikan lingkungan perairan.
Secara umum program ini ditekankan pada sumber-sumber pencemaran dengan menitik beratkan pada skala prioritas melalui dua konsep perencanan yang berjangka.
1. Konsep Perancanaan Jangka Pendek
Dalam perancanaan jangka pendek ini spesifikasi kegiatan dilakukan pada sumber pencemaran terutama pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir dalam melakukan kegiatan proses pencucian pasir yang didalamnya terdapat juga bahan galian lain yang cukup berharga seperti timah, pasir kuarsa dan lain sebagainya. Dalam proses pencucian pasir ini tentunya akan digunakan pula bahan-bahan kimia yang bisa jadi merupakan limbah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3). Bahan berbahaya dan bercun ini seprti yang dimasksudkan dalam pasal I Surat keputusan Menteri Pendidikan Perindustrian Nomor: 148/M/SK/4/85 Tentang program Pengamanan Bahan Berbahaya dan Beracun yang meliputi; bahan beracun, bahan peledak, bahan mudah terbakar, bahan pengoksidasian dan turunanya, bahan yang mudah meletus gas yang bertekanan, bahan korosi dan irutasi, bahan radio aktif dan bahan berbahaya dan beracun lainnya yang ditetapkan oleh mentri perindustrian.
Dalam hal ini sebagai langkah awal untuk melaksanakan progran laut bersih, kegiatan diarahkan pada:
1. Mengidentifikasi sumber-sumber pencemaran
2. Melakukan pertemuan dengan fihak yang melakukan aktivitas pencemaran
3. pemantauan kegiatan
4. tindakan penegakan hukum apabila dianggap perlu
5. meningkatkan kemampuan penegak hukum dalam mengambil tindakan terhadap keluhan dan pengaduan pencemaran.
2. Konsep Perancanaan Jangka Panjang
Dalam konsep perancanaan jangka panjang ini kegiatan perlu dilaksanakan secara bertahap melalui mekanisme peraturan ang ada, berupa pengendalian limbah buangan hasil tambang, pengendalian kegiatan penambangan yang berwawasan lingkungan, pengendalian abrasi pantai, pengendalian sedimentasi dan sumber pencemaran lainnya.
Untuk itu perlu adanya pengendalian, pengawasan dan bimbingan yang kontinu serta tindakan tegas melalui penegakan hukum oleh pemerintah dengan tetap berkoordinasi dengan institusi terkait terhadap fihak-fihak yang membuat kerugian berupa pencemaran perairan laut.
IV. STRATEGI PENGOLAHAN LIMBAH TAMBANG PASIR LAUT
4.1. LIMBAH DAN BAHAYANYA
Limbah merupakan suatu bahan yang dihasilkan oleh suatu proses yang tidak dapat digunakan lagi dalam bentuk sampah liar dari suatu lingkungan yang utama terdiri dari air yang dipergunakan hampir 0.4% padatannya berupa benda-benda-benda padat terdiri dari zat-zat organic dan anorganik. Termasuk partikel-partikel besar dan kecil dari benda padat. Sisa-sisa bahan larutan dalam keadaaan terapung dan dalam bentuk koloid dan setengah koloid (Mahida;1992 dan Endang; 1990 dalam Hartati; 2004).
Dengan meningkatnya kuantitas limbah yang dibuang secara terus-menerus baik dilingkungan perairan daratan maupun dilingkungan perairan laut tanpa perlakukan (treatmen) terlebih dahulu maka hal ini akan menimbulkan permasalahan yang menyangkut kesehatan masyarakat atau dikenal dengan pencemaran lingkungan perairan.
Adapun gangguan yang yang disebabkan oleh limbah yang dibuangan tanpa dilakukannya treatmen terlebih dahulu yakni :
1. Timbulnya iritasi
2. menimbulkan bau tak sedap disekitar dilingkungan
3. ketika limbah terakumulasi pada jaringan tubuh hal ini akan mengakibatkan kerusakan organ tubuh tertentu.
4. dapat memacu pertumbuhan kuman patogen yang ada pada media penampung limbah.
5. berkurangnya suplai oksigen dan ini akan mengakibatkan kematian kehidupan dan organisme perairan
6. limbah dalam bentk Lumpur akan mengakibatkan laju penetrasi fotosintesis terhambat dan ini menyebabkan terganggunya pertumbuhan plankton sehingga proses produksi makanan diperairan akan terhambat.
4.2. PASIR TAMBANG DAN LIMBAH TAILING
Limbah tailing tambang, adalah limbah hasil proses penambangan yang berbentuk lumpur kental dan pekat, serta dapat pula berupa cairan. Banyak pertambangan di dunia bermasalah dengan tailing mereka. Penyebabnya adalah kandungan logam berat yang tersimpan di perut bumi, ikut terangkat bersama limbah tailing saat dibuang dan juga adanya penambahan bahan kimia. Dalam penambangan emas, perak, dan tembaga, tailing dihasilkan oleh proses penggerusan atau pemisahaan mineral (emas, perak tembaga) dari batuan biji. Batuan biji (ore) dalam jumlah besar dihancurkan hingga mineral yang diinginkan mudah tertangkap. Sekitar 2% sampai 5 % mineral yang diinginkan terdapat dalam batuan biji yang digerus. Sisanya menjadi tailing dan dibuang sebagai limbah. Dalam proses inilah logam-logam berat dan senyawa kimia ikut terbuang ke alam.
Hal serupa juga terjadi pada penambangan pasir dimana limbah tailing yang dibuang lagi keperairan setelah pasir diangkat dari dasar laut, ternyata sangat menggangu ekosistem perairan. Ini terlihat pada kondisi salah satu pulau yang dulunya merupakan daerah penghasil Timah yang cukup besar yakni Pulau Singkep. Karena pasca penambangan timah (walaupun dalam perkembangannya, penambangan timah dibuka kembali karena daerah ini masih menyimpan 200 ton tmah yang berpotensi untuk ditambang selama 20 tahun lagi), penambangan dipulau ini dilanjutkan lagi dengan kegiatan pengerukan pasir sehingga ketebalan sedimentasi lumpur pencucian tailing timah telah melewati kepala lutut kaki orang dewasa, kemudian melebar ketengah laut tidak kurang dari 100 meter dari garis pantai sampai ketitik surut terendah. Sementara luas keseluruhan kawasan pesisir pantai yang terkena sedimentasi lumpur ini diperkirakan tidak kurang dari 20 ha. Sedimentasi dan turbelensi timah tersebut menambah pekat dan keruhnya air laut diperairan pesisir.
Kondisi tersebut bertambah parah dengan keruhnya perairan laut maupun bau busuk yang terkadang menyengat. Tidak lagi bisa kita lihat birunya air dan harumnya udara laut. Semua berganti dengan warna keruh dan bau busuk yang cukup menyengat. Ini terjadi hampir di seluruh kawasan di mana kapal keruk melakukan aktivitas.
Metode pengambilan pasir terbagi dua:
Pertama, dengan melakukan pengerukan sebagaimana halnya buldozer melalulantakkan apa yang dilaluinya. Kabarnya, memang dilarang untuk melakukan aktivitasnya. Dalam investigasi yang dilakukan pun kami tidak menemukan satupun kapal yang menggunakan metode demikian.
Kedua, adalah dengan menggunakan pipa penyedot dengan kekuatan yang besar. Ia akan menyedot apapun yang ada di ujung pipa tersebut. Namun, walaupun metode kedua berbeda, namun hasil yang ditimbulkan tetap saja sama. Pasir yang ada akan tersedot habis ke atas dan sesampainya di atas dipisahkan. Pasir masuk ke bak penampungan dan lumpur dibuang kembali ke laut. Yang patut dicermati, adalah pasir yang tersedot tersebut kemudian meninggalkan lubang. Berdasarkan efek gravitasi kemudian pasir yang di atasnya akan menutup kembali lubang tersebut. Biasanya, secara alami, pasir yang ada memang akan mengisi kekosongan tersebut. Namun, ini terjadi secara alami sehingga perpindahan pasir dari satu tempat mengisi tempat yang lain tidak akan terlalu terasa perubahannya. Namun, apabila proses yang terjadi merupakan sebuah percepatan, maka hasilnya akan berbeda. Pasir yang di atasnya, secara otomatis, turut menyedot dan membuat pantai menjadi curam.
Akibat lebih jauh adalah gerusan ombak dengan leluasa menghajar apa yang ada di pinggir pantai. Bisa dibayangkan, proses pemindahan pasir yang terjadi, secara drastis, dari hari ke hari, bulan, dan dari tahun ke tahun. Proses ini mengalami percepatan yang maha dahsyat dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini. Di sejumlah tempat, abrasi pantai yang terjadi sudah mencapai 35 meter akibat penambangan pasir ini. Bahkan, abrasi juga sudah menelan sebuah pulau, yang dikenal tempat di mana nelayan biasanya berteduh dari hembusan angin yang terkadang tidak bersahabat.
Selain abrasi dan lumpur yang ditinggalkan oleh kapal keruk, maka hal itu beruntun pula dapat mengancam usaha masyarakat yang lain seperti halnya budidaya rumput laut selain itu abrasi juga dapat menghantam dan menghabiskan perkebunan kelapa yang ada dipinggiran pantai. Masih banyak lagi lokasi di mana abrasi telah menggerus pantai yang ada. Inilah bukti tak terbantahkan bahwa ada penyusutan pulau dan abrasi pantai mengalami percepatan dalam 2-3 tahun. Hal ini terjadi karena tingginya aktivitas penambangan pasir yang menjadi penyebab dari kondisi tragis itu melanda.
Belum adanya penelitian yang menyeluruh terhadap berbagai dampak yang ditimbulkan dari penambangan pasir, khususnya terhadap lingkungan, membuat hubungan sebab akibat ini bersifat asumsi. berdasarkan logika berpikir, hal ini bisa diketengahkan dalam melakukan penilaian hubungan sebab akibat yang terjadi dari suatu aktivitas penambangan pasir dan percepatan abrasi yang terjadi.
Kerusakan lingkungan bukan saja terjadi pada pantai, akibat abrasi. Lumpur yang ikut tersedot dan dimuntahkan kembali ke laut merupakan penyebab utama keruhnya perairan. Berbagai jasad renik yang ikut tersedot, secara otomatis, ikut menjadi penyebab munculnya bau busuk yang mengganggu. Dalam kondisi perairan yang sedemikian rupa, pertanyaan yang muncul, adakah kehidupan yang mampu bertahan di dalamnya. Tidak ada satupun dan ini dibuktikan dengan semakin berkurangnya hasil tangkapan nelayan.
Telah tergambar oleh kita dalam melakukan penambangan pasir dilepas pantai maka pembuangan limbah dalam bentuk lumpur kembali keperairan laut tanpa adanya treatmen dan pengolahan terlebih dahulu maka ini jelas akan merugikan terutama bagi para nelayan yang hidupnya tergantung dari hasil laut.
Melihat fenomena tersebut perlu adanya treatment yang rasanya perlu dilakukan pengkajian lagi untuk melakukan pengolahan limbah pasir tambang diperairan lepas pantai.
Yang pasti jika memang kapal-kapal pengeruk pasir tetap mendapat izin untuk beroperasi, maka perlu ditegaskan bahwa didalam kapal-kapal tersebut wajib dilengkapi dengan peralatan pengolahan limbah lumpur yang telah dicuci dan dipisahkan dari pasir. Adapun luaran limbah yang ada dilakukan lagi pengolahan lanjutan didaratan.
4.3. TREATMEN PENGOLAHAN LIMBAH LUMPUR
Dalam melakukan pengolahan limbah lumpur yang didapat dari hasil cucian tambang pasir ini maka ada beberapa perlakuan yang harus dilakukan yakni perlakukan (treatmen) pertama, treatmen kedua dan treatmen lanjutan. Pengolahn limbah dalam bentuk lumpur inilah dapat dengan jelas terlihat pada treatmen kedua.
Perlakuan pertama-pemisahan fisik benda-benda yang kasar melalui:
1. Penyaringan – yakni memisahkan benda-benda yang didapat dari hasil kerukan atau sedotan entah itu botol, kaleng dan sebagainya. Bahan-bahan ini dapat dibakar dan dihancurkan atau dimungkinkan untuk digunakan sebagai bahan pengisi tanah.
2. Ruang pasir – yakni memisahkan benda-benda padat yang lebih kecil seperti pasir dan kerikil.
3. Sedimentasi (pengendapan) – yakni memisahkan bahan-bahan partikel seperti misalnya lumpur. Pada dasarnya bahan-bahan ini akan dirombak secara hayati melalui penguraian anaerobic dalam pencerna lumpur.
“ Diagram Treatmen pengolahan limbah lumpur “
1. saringan cucuran (tricking filter) – dimana limbah disemprotkan (dengan demikian mengalami aerasi) keatas lapisan karang yang mengandung populasi bakteri yangmenguraikan limbah yang mencucur melewatinya.
2. Proses lumpur teraktivitasi (Activated – slugded process) – dimana limbah yang diaerasi kuat-kuat bergabung menjadi partikel-partikel yang penuh dengan mikroba pengurai aerobik. Ini dilakukan dalam tangki-tangki aerasi dan diikuti dengan sedimentasi selanjutnya.
3. Penguraian lumpur (Sluge digeston) yaitu penguraian bahan padan yang terakumulasi selama perlakuan pertama dan kadang-kadang setelah perlakuan kedua) – aerob merombak lumpur dalam tangki, tangki-tangki itu menghasilakan metan (bahan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar) karbon dioksida serta nitrogen dan hydrogen dalam jumlah sedikit. Penguraian limbah secara anaerobic berlangsung lambat sehingga membutuhkan waktu berminggu-minggu.
Perlakuan lanjutan terhadap limbah pasir ini atau proses perlakuan akhir ini sebenarnya tidak perlu dipakai karena proses lanjutan ini merupakan upaya untuk mendapatkan luaran berupa air yang lebih baik dan lebih bersih, dimana air yang didapat dari perlakuan kedua akan ditreatmen pada pembersihan akhir ini. Sekali lagi ini hal ini dilakukan untuk mendapatka air yang bersih.
Adapun perlakuan lanjutan ini terdiri dari satu atau lebih prosedur berikut:
1. Flokulasi kimia yakni menyingkirkan sebagian besar bahan partikulat yang masih tertinggal
2. Filtrasi akhir, produk flokulasi (flokulat) disaring, dikeringkan dan dibakar dimana hal ini dapat berfungsi sebagai pengis tanah atau pupuk.
3. memisahkan (mengurangi jumlah) persenyawaan yang mengandung fosfat dan nitrogen.
4. Korinasi, dimana cairan yang keluar setelah mengalami banyak perlakuan diatas yang akhirnya diklomasi untuk mematikan mikroorganisme yang beberapa diantaranya adalah patogenik (Pelczar, 1988 dalam Hartati, et.al; 2004).
V. PENAMBANGAN PASIR DAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT TEMPATAN
Jika diperhatikan dengan seksama, keberadaan tambang pasir yang umumnya berdomisli didaerah kepulauan, sementara masyarakat kepulauan merupaka masyarakat pesisir yang kehidupan mereka umumnya bergantung dari hasil laut, maka akan diperoleh suatu kesimpulan sementara bahwa sejauh ini memang benar bahwa keberadaan dan kehadiran perusahaan penambangan pasir sebenarnya tidak pula memberikan kontribusi yang bermakna terhadap peningkatan taraf hidup dan perekonomian penduduk setempat. Pengaruh itu hanya segelintir nampak nyata dari sebagaian pekerja tambang yang pasir melalui peningkatan daya beli mereka dipasar.
Walaupun sejauh ini belum ada kajian ilmiah (Scientific studies) dibidang sosial –ekonomi yang mengungkapkan pengaruh signifikan keberadaan perusahaan penambangan pasir terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat yang mendiami daerah disekitar penambangan. Akan tetapi jika dianalisis terhadap ragam mata pencaharian penduduk disekitar daerah penambangan serta fenomena dilapangan maka dapat ditarik kesimpulan sementara (hipotesis) bahwa kehadiran perusahaan penambangan pasir belum memberi kontribusi yang bermakna.
Tinggal lagi perhatian pemerintah daerah setempat untuk dapat memberi perhatian lebih terutama terhadap para petani rumput laut dan para nelayan yang daerah tangkapannnya kini telah dilapisi dengan timbunan lumpur serta sedimentasi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Mencermati situasi yang terjadi seputar penambangan pasir dan fenomena pencemaran limbah buangan hasil pencucian pasir yang telah disedot dari dasar perairan laut yang kini telah cukup banyak berimbas pada masyarakat maka penulis berharap kiranya agar:
1. Pemerintah untk memperhatikan dengan serius permasalahan pencemaran yang terjadi perairan laut akibat aktivitas penambangan pasir ini.
2. Kesadaran para pemilik perusahaan pertambangan pasir ini untuk melakukan pengelolaan yang bersahabat dengan lingkungan. Serta melakukan perlakukan dan pengolahan limbah buangan dalam bentuk lumpur ini sebelum dibuang keperairan.
3. Perlu kiranya kita menggalakan program laut bersih untuk menjaga agar ekosistem dan sumber daya alam yang ada tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan oleh anak cucu kita dikelak kemudian hari.
4. Perlu adanya kajian ilmiah dibidang sosial –ekonomi untuk melakukan penelitian apakah ada pengaruh yang signifikan keberadaan perusahaan penambangan pasir terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat yang mendiami daerah disekitar penambangan. Karena hal ini nantinya akan berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat tempatan yang berdomisili disekitar perusahaan pasir tambang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Terjemahan Syamil Al-Quran 408 hal.
Firdaus. LN; 2002. Singkep Pasca Timahl. UNRI press, Pekanbaru.
Hartati. Et. al; 2004. Air Yang Merisaukan. Bapedal Riau dan PT. Riau Pulp and Peper. Riau.
Riyadi, Slamet; 1984. Pencemaran air. Karya Ananda, Surabaya.
Soemarwoto, Otto; 2001. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta.
Http://www.walhi.or.id/ kampanye/pela/reklamasi/040910_pasir_riau
Http://www .jatam.org