-->

Assalamu'alaikum Sahabat, - weblog saya sudah berpindah alamat :

putramalayu.blogspot.com

Professional Web Designer Professional Web Developer Writing is my passion

Rabu, 26 Januari 2011

Tangani Limbah Dipulau Tak Berpenghuni

  • Januari 26, 2011
  • by
TANGANI LIMBAH DIPULAU TAK BERPENGHUNI


Oleh
Azrani Ery Saputra

Mungkin masih tergambar dalam memori fikiran kita saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ada sebuah “ungkapan” yang mungkin selalu disebut-sebut oleh guru IPS saat itu, bahwa “Indonesia adalah negara kepulauan, kita harus bangga karena memiliki ribuan pulau”. Kala itu saya pribadi merasa sangat bangga karena paparan ibu guru tasi dapat memberikan semangat kebangsaan. Artinya saat itu rasa nasionalisme sudah mulai bersemi.
Ketika beranjak pada pendidikan yang lebih tinggi (SMP, SMA) hingga kini duduk dibangku perguruan tinggi dengan predikat mahasiswa, “ungkapan“ mulai berbeda, salah satu cara untuk membuktikan rasa nasionalisme cukup dengan menyumbangkan pikiran dan tindakan untuk membangun pulau-pulau yang masih berpenghuni. Akhirnya para mahasiswa diberi beban studi untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Ternyata para mahasiswa masih lupa, karena tanpa disadari kita hanya ditempa untuk menjadi kaum intelektual dan pemikir yang hanya mampu memikirkan sebuah realita tentang pulau-pulau yang masih ada penghuninya. Dan kita lupa akan pulau-pulau yang tak berpenghuni, karena dalam benak kita pulau-pulau itu sepertinya tidak punya masa depan, jadi mungkin saja tidak bermanfaat untuk difikirkan.
Sementara itu aksi demonstrasi, unjuk rasa, pemboikotan dan semua kegiatan yang sifatnya menghambat aktivitas pencemaran maka aktivitas itu terpaksa dilakukan oleh kerja dan kiprah para mahasiswa khususnya para pencinta lingkungan alam untuk melakukan perlindungan alam, peremajaan hutan serta makhluk hidupyang hidup disitu. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan akan sebuah dikhawatirkan yakni munculnya  bencana akbibat pencemaran.
Terkadang kita (Masyarakat, pengusaha dan pemerintah) terlalu banyak pertimbangan, sehingga disaat suatu wilayah sudah tercemar akibat dari limbah industri, penebangan hutan dengan semena-mena yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor sehingga menelan korban yang begitu banyak, maka para penelitipun mulai sibuk kasak-kusuk dengan perangkat peralatan kualtas air untuk mendemonstrasikan bahwa “Perairan positif  tercemar”. Pada hal hari-hari sebelumnya data sekunder telah dihimpun para wartawan. Karena masyarakat yang berdomisili bantaran sungai atau pesisir tempat limbah dibuang, sudah mulai menderita gatal-gatal, sakit perut atau mungkin sudah ada yang meninggal.
Ujung-ujungnya adalah penelitian, sehingga didapatlah sebuah hasil yang menyimpulkan sebuah kelayakan buangan limbah. Dan dari hasil penelitian itu pula dijadikan dasar oleh pemerintah dan para aktivis lingkungan untuk menegur pabrik sebagai pelaku penyebab timbulnya pencemaran, untuk memperhatikan buangan limbah mereka.
Sekelumit cara itu sangat tepat untuk “menasehati” agar pabrik yang beroperasi disuatu daerah dapat memperhatikan buangan limbah agar tidak mencemari lingkungan yang merugikan serta tidak menyengsarakan masyarakat sekitar. Tapi semuanya masih belum bisa memberikan jawaban pasti bahwa pabrik yang “mengimpor” limbah diperairan, dapat mengolah limbahnya sebaik mungkin sebelum dibuang.
Para pencinta lingkungan mulai mengantisipasi ketika masyarakat melakukan protes, pemerintah tak juga tinggal diam dan mulai melakukan tindak lanjut akan kasus pencemaran yang terjadi, karena memang itulah idealnya. Akan tetapi siapa yang berani “ingin tahu”, sampai-sampai dibilang “sok tahu” kalaulah investigasi ini dilakukan ternyata masih diberi “gepokan” dan tim analispun tak kalah keciprat “lembaran gepokan”, pabrikpun lebih leluasa lagi “mengimpor” buangan limbah keperairan, dan akhirnya berdampak lebih tragis bagi lingkungan sekitarnya.
Kini pemerintahpun bingung ingin mempertanggung jawabkan permasalahan ini pada anggota dewan terhormat yang notabenenya mereka adalah wakil-wakil rakyat. Berbagai opsi diajukan mulai dari pendapat yang menginginkan bahwa industri dan pabrik yang nongkrong dipinggiran sungai dan membuang limbah dengan semena-mena ditutup, sampai pada “lokalisasi” penduduk yang berdomisili dibantaran sungai untuk kemudian diungsikan kedaerah lain karena selain limbah rumah tangga yang tidak sedikit dibuang penduduk, ternyata situasi itu dapat merusak keindahan tata kota.
Kondisi seperti ini memang bukanlah suatu permasalahan yang sepele. Ketika pabrik-pabrik yang bermasalah ditutup maka dikhawatirkan para konglomerat dan investor akan hengkang kaki dari negeri ini, artinya negara akan kehilangan pemasukan dan akan mengimbas pula pada pajak dan pendapatan negara yang berkurang. Dan bisa jadi gaji dan honor para pegawai, baik yang atas maupun yang bawah akan terpaksa disunat untuk pembangunan. Sementara untuk limbah rumah tangga buangan masyarakat yang tinggal dibantaran sungai sudah cukup banyak memberikan dampak pencemaran tanpa adanya andil devisa bagi negara, tapi mereka harus dikemanakan?.
Lingkaran setan, mungkin itu ungkapan yang tepat karena semua sisi tidak kelihatan titik temunya dan akhrinya kita harus kembali mengulang sebuah wacana masa masa silam bahwa negara ini memiliki banyak pulau. Kurang lebih 17.000 pulau-pulau yang ada dinegara ini terbentang dari Sabang sampai Merouke baik pulau-pulau yang berpenghuni maupun pulau kosong tanpa ada penduduk yang mendiaminya.
Ternyata, wacana yang diberikan oleh ibu guru sewaktu kita masih duduk dibangku SD kemaren, dapat memberi makna tersendiri untuk kita berfikir akan sebuah fenomena yang boleh kita katakan hal yang mubazir jika rentetan pulau-pulau tak berpenghuni yang berdomisili dilintasan bumi nusantara ini, tidak dimanfaaatkan dan dipergunakan dengan baik.
Andai saja para pemilik industri yang menggunakan jasa sungai dalam membuang limbahnya mau sedikit berkorban dengan mengeluarkan sedikit biaya operasional, demi kelestarian lingkungan dan jaminan hidup masa depan generasi bangsa ini mau membuang limbah dipulau kosong tadi.
Terkadang juga skenario buangan limbah ini seperti buah simalakama, dimanapun limbah itu berada memang sulit mengelak akan akibat pencemaran yang akan didapat, apalagi ekosistem itu sendiri sulit untuk menghindari interaksi antar materi yang terjadi baik makhluk hidup maupun benda mati. Semuanya terikat pada rantai ketergantungan makanan jika satu rusak maka rusaklah semua yang ada. Ditambah lagi dengan keberadaan buangan limbah pabrik-pabrik yang tidak melakukan tindakan daur ulang yang tepat hingga sampai pada standar limbah yang patut untuk dibuangan, limbah yang telah disederhakan dengan proses pengeolahan dan sisitem daur ulang yang canggih saja tetap akan menggangu ekosisitem perairan, walau dalam waktu yang panjang dan dalam jumlah yang sedikit.
Berkaitan dengan pulau-pulau kosong tanpa penghuni, maka tidaklah menutup kemungkinan jika buangan limbah khususnya limbah-limbah yang sangat berbahaya, ditimbun dalam tanah dengan memanfaatkan pulau-pulau kosong yang tidak memiliki potensi menghasilkan devisa negara untuk dijadikan tempat penampungan sekaligus pembuangan.
Memang semua itu perlu dana dan waktu yang tak singkat, mungkin banyak pertimbangan yang perlu difikirkan, apa lagi jika penyimpanan dan penanganan limbah dipulau tak berpenghuni ini dilakukan dengan sembrono maka diperkirakan dua puluh atau mungkin lima puluh tahun lagi limbah simpanan itu akan bermasalah.
Kekhawatiran itu perlu ditepis apalagi masih banyak para pemuda yang ingin maju menyelamatkan bangsa dari polemik ini, dengan memberi mereka waktu untuk mempelajari teknik penanganan dan penyimpanan limbah dalam tanah dengan teknologi yang lebih canggih. Hingga nantinya limbah tidak lagi menjadi ancaman bagi kehidupan rakyat dinegeri tercinta ini. Rasanya tak perlu ada yang dikhawatirkan, asalkan saja pemerintah rela membiayai pendidikan kami, insyaallah semua bisa diatasi.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna Veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat.

JOHN DOE
+123-456-789
Melbourne, Australia

SEND ME A MESSAGE

Cari Blog Ini

KUMPULAN LINK BERITA JEKWA

https://www.bintantoday.com/regional/38338275/viral-oknum-ojol-cabul-dan-curas-di-tanjungpinang-ini-solusi-dari-jekwa-untuk-kaum-wanita?page...